bisnis paling gratis
0

SHALAT KHUSYU

Posted by Neo on 22.16

Prakata

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Berangkat dari keinginan untuk sebanyak mungkin mencegah perbuatan keji dan mungkar,
saya pun ikut aktif membantu guru saya, ustadz Abu Sangkan, dalam menyebarkan shalat
khusyu’. Lebih lanjut, saya memberanikan diri untuk membuka pintu rumah bagi orang-orang
yang datang untuk mempelajari shalat khusyu’. Saya sendiri sebetulnya tidak memiliki ilmu
agama yang memadai. Belum pernah mengikuti pesantren, pengetahuan agama saya peroleh
dari membaca dan mengikuti beberapa kegiatan pengajian. Saya juga bukan orang yang pandai
berbicara. Saya adalah orang yang sering tergagap-gagap dan cepat kehabisan bahan jika harus
berbicara  sendiri.  Untunglah,  orang-orang  yang  datang  ke  rumah  umumnya  adalah  para
“pencari” sehingga berbagi pengalaman spiritual dengan mereka menjadi pembicaraan yang
mengasyikan.
Pelahan  tapi  pasti,  melalui  tahap  trial  and  error  yang  cukup  panjang,  akhirnya  saya  mulai menemukan  format  pelatihan  shalat  khusyu’  yang  ringkas  untuk  diterapkan  di  rumah. Kegiatan  halaqah  akhirnya  terselenggara  secara  rutin  setiap  Jum'at  malam  di  rumah  pun. Pelatihan tersebut merupakan kompilasi atas pemahaman saya dari pelajaran shalat khusyu’, makrifat  dan  hakekat  yang  telah  saya  terima  dari  ustadz  Abu  Sangkan.  Keterbatasan kemampuan  bicara,  ilmu  agama  dan  waktu,  membuat  saya  harus  memilih  dan  meracik pelajaran-pelajaran   tersebut   agar   sesuai   dengan   kemampuan   yang   saya   dalam menyampaikannya ke orang lain.
Dalam pertemuan pertama, biasanya saya hanya mengajarkan bagaimana kita bersikap ketika datang menghadap Allah. Saya hanya menggunakan dalil yang sudah diketahui bersama, yaitu rukun shalat. Ayat Al-Qur’an, hadits dan ketentuan fikih lainnya yang saya sampaikan, bisa dikatakan  hampir  semua  orang  sudah  pernah  mendengarnya.  Saya  hanya  mengajak  orang untuk memahaminya dari sisi yang berbeda lalu mencoba mempraktekkannya bersama dan merasakan perbedaan hasilnya. Karena itu, saya memberikan porsi yang cukup besar kepada latihan-latihan. Agar dengan penjelasan yang sedikit, orang sudah dapat memahami apa yang saya maksudkan tanpa perlu menjelaskannya secara panjang lebar.
Alhamdulillah dengan cara-cara tersebut, dalam pertemuan pertama yang memakan waktu sekitar  1,5  -  2 jam, umumnya orang telah mulai memahami dasar-dasar shalat khusyu' dan merasakan  nikmatnya  shalat  berjamaah  yang  dilakukan  setelah  latihan.  Selanjutnya  shalat mereka mulai berubah. Shalat khusyu' mulai dapat dilakukan sendiri meskipun mungkin belum stabil dan durasinya pendek.
Dalam  kesempatan  ini,  saya  mencoba  menuliskan  materi  pelatihan  shalat  khusyu’  yang biasanya saya sampaikan tersebut, termasuk latihan-latihan yang perlu dilakukan.
Membaca  tulisan  tentu  berbeda  dengan  mengikuti  pelatihan  secara  langsung.  Dalam pertemuan  langsung,  saya  bisa  melihat  langsung  respon  peserta  dan  memberikan  koreksi apabila ada kesalahan dalam praktek. Dan yang lebih penting, memberikan motivasi untuk mencapai  ketundukan  hati  jiwa  yang  diperlukan  dalam  shalat  khusyu’.  Karena  itu,  self motivation  dalam  bentuk  keinginan  yang  kuat  untuk  mendekatkan  diri  kepada  Allah  dan kesungguhan dalam melakukan latihan-latihan yang ada dalam buku ini sangat penting untuk dapat memahami apa yang saya sampaikan. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan dapat mudah diikuti dan bermanfaat kita semua.
Jika ada komentar atau kesalahan dalam terhadap tulisan ini, mohon dapat menyampaikannya melalui email : mardibros@gmail.com. Mungkin tidak semua email sempat saya balas, harap maklum.  Anda  juga  dapat  mengikuti  diskusi  shalat  khusyu'  di  milis  Dzikrullah  dengan mendaftar  di  http://groups.yahoo.com/group/dzikrullah  atau  melalui  www.dzikrullah.com. Dapat pula   bertanya dan mengikuti tuntunan langsung dengan mendatangi halaqah-halaqah shalat khusyu’ yang sebagian alamatnya ada di bagian belakang buku ini.

Selamat membaca.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
mardibros
Shalat Khusyu' Itu Mudah

uatu siang, Hj. Aliyah (almarhumah) datang ke rumah untuk mengajar mengaji bagi
istri saya dan beberapa temannya. Kebetulan hari itu saya sedang ijin kantor untuk
masuk siang karena ada suatu keperluan. Kebetulan pula, Beliau sudah beberapa kali
 ingin bertemu saya untuk menanyakan masalah shalat khusyu' yang setiap bulan diajarkan
ustadz  Abu  Sangkan  di  Islamic  Center  Bekasi,  ketika  itu.  Karena  Beliau  adalah  seorang
ustadzah yang sudah banyak mengerti hakikat dan aturan shalat, maka tidak banyak hal lagi
yang  saya  sampaikan.  Saya  hanya  meneruskan  apa  yang  saya  ingat  dari  apa  yang  pernah
disampaikan ustadz Abu Sangkan, terutama bagaimana kita bersikap dan berdialog dengan
Allah  ketika  kita  shalat.  Tidak  lama,  hanya  sekitar 15  menit,  tapi  terasa  Beliau  langsung
"nyambung"  dengan  yang  saya  sampaikan.  Setelah  itu,  saya  ajak  Beliau  shalat  Dhuhur
berjamaah. Dalam shalat itu, sengaja saya panjangkan setiap gerakan shalat, terutama rukuk
dan sujud. Tak lama setelah selesai shalat dan berdzikir sejenak, dengan badan agak gemetar,
Beliau berkata: "Kok cepat betul shalatnya?". Saya hanya tersenyum sambil melihat ke jam
dinding dan mengatakan: "Maaf saya tidak bisa lebih lama lagi karena harus segera ke kantor,
tapi tadi kita sholat selama hampir  20 menit". "Ah  … yang betul?", kata Beliau tak percaya.
“Bagaimana rasanya Bu?”, tanya saya. “Kalau nggak karena malu, saya sudah nangis sekarang”,
jawabnya.
Pada  waktu  lainnya,  ketika  bertugas  ke  Semarang,  saya  sempatkan  mampir  ke  rumah
mendiang nenek saya. Ketika azan Magrib berkumandang, saya pun pergi ke mesjid As-Salam
yang ada di seberang rumah. Oleh imam mesjid tersebut, saya diminta untuk menjadi imam
sholat.  Mungkin  ingin  menghormati  kedatangan  saya  di  sana.  Sebetulnya  saya  agak  segan
menerimanya. Selain bacaan Al Qur’an saya kurang fasih, aksennya terlalu “Indonesia”, juga
karena saya khawatir tempo sholat saya yang agak lama akan membuat jamaah menjadi tidak
nyaman. Apalagi ditambah dengan suasana desa yang sejuk dan tenang. Karena itu sebelum
shalat dimulai, saya memberikan sedikit pengantar yang kira-kira kalimatnya seperti dibawah
ini.
"Maaf, saya kalau shalat agak lama. Bukan bacaannya yang panjang, hanya sekedar ingin
mempraktekkan thuma’maninah. Ketika rukuk, saya tidak buru-buru membaca, tapi saya
tundukkan dulu pikiran saya, hati saya dan jiwa saya. Setelah semua terasa tunduk, baru
saya memuji Allah  - subhaana rabbial azimi wa bihamdihi. Demikian pula ketika sujud.
Saya  sujudkan  pikiran,  hati  dan  jiwa  saya.  Setelah  semua  terasa  bersujud,  merendah
kepada Allah, baru saya tinggikan Allah - subhaana rabial a'la wa bihamdihi. Ketika duduk
diantara dua sujud, saya sampaikan permohonan saya kepada Allah dengan rendah hati
dan satu per satu".
Lalu saya pun memimpin shalat dengan tenang. Setelah selesai shalat dan berdzikir sejenak, saya melihat beberapa orang di shaf depan masih tetap tertunduk dalam, tak mampu segera bangkit untuk mengubah posisi duduk tahiyyad akhirnya.
Kedua peristiwa tersebut semakin meyakinkan saya bahwa khusyu’ adalah bukan sesuatu yang mustahil bagi kita manusia awam, bahkan suatu yang mudah diperoleh.

Kegagalan meraih khusyu’
Selama  ini,  kita  selalu  berpendapat  bahwa  khusyu’  itu  sangat  sulit  dicapai.  Ketika  shalat, pikiran sering pergi kemana-mana. Karena itu, lalu muncullah cara mengatasinya yaitu dengan konsentrasi. Konsentrasi pikiran seolah-olah telah menjadi kunci mencapai khusyu’. Maka tidak mengherankan jika pelajaran shalat khusyu' pada umumnya ditujukan untuk membantu mengarahkan   konsentrasi   pikiran,   seperti   misalnya   melihat   titik   di   tempat   sujud, menerjemahkan bacaan, menghadirkan Allah, dan lain-lain.
Cara-cara tersebut terlihat meyakinkan, tetapi kenyataannya tidak memberi terlalu banyak manfaat. Melihat tempat sujud membantu agar pandangan kita tidak melirik kekiri dan kanan, tetapi tidak mampu menahan pikiran kita yang suka melompat ke kiri dan kanan. Jika khusyu’ dapat  diperoleh  dengan  mengerti  arti  bacaannya,  ketika  saya  pergi  ke  Mekkah,  ternyata orang-orang Arab pun terlihat tidak lebih khusyu’ daripada kita. Ada yang matanya melirik ke kiri-kanan, ada yang sibuk merapihkan tutup kepalanya, dan lain-lain. Padahal mereka tentu mengerti arti bacaannya. Mencoba “menghadirkan” Allah, malah menambah kebingungan kita sendiri. Di dalam Al Qur’an dinyatakan, bahwa Allah tidak bisa diserupakan apapun juga (QS Asy Syuura [42] : 11). Jadi apapun yang kita bayangkan mengenai wujud Allah, maka itu pasti salah.  Anehnya,  cara-cara  tersebut,  meskipun  terbukti  gagal  sebagai  metoda  mencapai khusyu', tetapi terus-menerus diajarkan oleh orang tua ke anaknya, oleh guru ke muridnya, demikian dari generasi ke generasi. Agak konyol memang.
Ketika usaha khusyu’ melalui konsentrasi gagal, maka muncullah persyaratan-persyaratan lain. Ada  yang  mengatakan, bahwa untuk khusyu’ kita  harus suci, bersih  dari perbuatan dosa. Persyaratan ini sempat pula membuat saya pesimis, karena ternyata banyak ustadz-ustadz yang saya kenal secara pribadi sebagai orang yang shaleh, bisa berbahasa Arab, tinggi ilmu agamanya, ternyata mengalami masalah pula dengan shalat khusyu’. Kalau mereka saja yang tinggi ilmu agamanya, banyak berdzikir dan menjaga perbuatannya saja sering tidak khusyu’, bagaimana dengan saya?
Mendadak khusyu'
Mungkin telah banyak usaha dan cara untuk khusyu’ telah kita lakukan tetapi tetap saja tidak
berhasil. Anehnya, tiba-tiba kita bisa mendadak khusyu'. Ketika kita tertimpa musibah yang
hebat, tiba-tiba saja kita bisa shalat dengan khusyu' lalu berdoa sambil mengucurkan air mata.
Padahal ketika itu, kita justru lupa dengan segala macam teori mengenai shalat khusyu'. Kita
shalat tanpa berkonsentrasi, kita juga lupa memperhatikan titik ditempat sujud, tapi hati dan
pikiran kita tidak pernah lepas mengarah ke Allah. Kita tetap belum sepenuhnya memahami
arti bacaan dalam bahasa Arab, tapi kita merasa bisa berdialog dengan Allah. Kita lupa untuk
“menghadirkan” Allah, tapi malah terasa Allah begitu dekat. Ketika itu, dosa kita tidak lebih
sedikit  dari  sebelumnya,  malah  mungkin  kita  baru  saja  melakukan  perbuatan  dosa  besar
sehingga kita sangat menyesal, tapi terasa Allah menyambut shalat dan doa kita. Saat ketika
kita tidak menggunakan ilmu khusyu’, saat itu justru kita bisa shalat dengan khusyu'. Keadaan
ini bisa terjadi kepada siapa saja, dari mahzab dan aliran apa saja, kepada ulama atau orang
yang awam ilmu agamanya, cendikiawan atau orang yang kurang berpendidikan, orang kaya
atau orang miskin, bahkan kadang kepada orang yang jarang shalat sekali pun.

Apa gerangan yang membuat itu bisa terjadi?

Salah  satunya  adalah  sikap  dalam  menghadap  kepada  Allah.  Ketika  kita  tertimpa
musibah,  maka  kita  datang  kepada  Allah  dengan  merendahkan  diri,  sungguh-sungguh
mengharapkan  pertolongan  Allah.  Kita  menjadi  tersadar,  hanya  Allah-lah  yang  dapat
mengatasi masalah kita dan mengabulkan doa kita. Sebaliknya ketika kita sedang jaya, tidak
kekurangan suatu apapun, sikap itu sudah tidak ada lagi. Biasanya kita shalat dan doa hanya
sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja. Seolah-olah Allah-lah yang membutuhkan shalat
dan doa kita.
Musibah diturunkan tidak lain agar kita selalu datang dengan merendahkan diri kepada Allah. Sikap yang akan membuat kita khusyu'. Sayang kita selalu lalai terhadap pelajaran yang Allah berikan kepada kita itu, meskipun Allah telah memberikannya berkali-kali.

Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya  dengan  kembali  kepada-Nya;  kemudian  apabila  Tuhan  memberikan
nikmat-Nya  kepadanya  lupalah  dia  akan  kemudharatan  yang  pernah  dia  berdoa
(kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu." (QS Az Zumar [39] : 8).

Dan  sesungguhnya  Kami  telah  mengutus          (rasul-rasul)  kepada  umat-umat  yang
sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS Al An'aam [6] : 42).
Dan tidaklah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? (QS At Taubah [9] : 126).
Peka dan tanggap lingkungan
Banyak  orang  mendefinisikan  khusyu’  dengan  menggunakan  acuan  peristiwa  Syaidinna  Ali ketika  kakinya  terkena  anak  panah.  Ketika  anak  panah  tersebut  akan  dicabut  Beliau mengerang, tak kuat menahan sakit sehingga para sahabat tak tega mencabutnya. Lalu Beliau shalat dengan khusyu’. Dan ketika shalat itu, anak panah dapat dicabut tanpa Syaidinna Ali merasakan kesakitan.
Peristiwa tersebut sangat popular dan memberikan kesan yang kuat bahwa salah satu tanda
shalat yang khusyu’ adalah seseorang tidak lagi merasakan sakitnya luka. Seolah-olah ketika
shalat dengan khusyu’, kita bisa lepas dari alam dunia. Tidak merasakan apa-apa dan tidak
memikirkan  apa-apa  lagi.  Kesan  ini  diperkuat  lagi  oleh  cerita  tentang  satria  yang  sedang
bersemedi didalam kisah perwayangan. Diganggu jin dan gendruwo tidak gentar, dikelilingi
binatang buas diam saja, dirayu bidadari cantik tidak tergoda. Tahan tidak makan dan minum
berhari-hari lamanya. Apakah shalat khusyu’ harus seperti itu? Siapa orang yang paling khusyu'
shalatnya di dunia ini? Pasti kita sepakat, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang
paling khusyu' shalatnya. Marilah kita melihat bagaimana Rasulullah melakukan shalatnya.
*  Ketika Nabi sedang memimpin shalat, tiba-tiba terdengar tangis anak kecil. Beliau pun
                mempercepat shalatnya, takut terjadi sesuatu dengan anak itu.
*  Ketika  sedang  shalat,  Nabi  melihat  ada  binatang  berbisa  mendekat.  Beliau  pun
                menghentikan shalat untuk membunuh binatang tersebut, lalu meneruskan kembali
                shalatnya.
*  Pada suatu saat, setelah selesai shalat berjamaah, Nabi tidak berdzikir sebagaimana
                biasanya, tetapi segera bergegas pulang. Ketika telah kembali ke masjid, Beliau ditanya
                oleh sahabatnya mengenai ketergesaan itu. Beliau mengatakan, bahwa ketika shalat
                Beliau ingat ada sedekah yang belum dibagikan. Karena itu, Beliau segera pulang agar
                dapat membagi sedekah tersebut secepatnya.
*   Ketika  sedang  berperang,  Nabi  mengajarkan  shalat  khauf.  Shalat  berjamaah  yang
                dilakukan dengan cara yang unik karena harus tetap dalam kondisi siaga terhadap
                serangan musuh.
Dari  beberapa  riwayat  tersebut,  ternyata  ketika  shalat,  Nabi  selalu  peka  dan  tanggap kepada  lingkungannya.  Beliau  tetap  mendengar  dan  melihat  apa  yang  terjadi  di sekelilingnya. Lintasan-lintasan pikiran pun tetap ada ketika Beliau shalat. Bahkan jika ada masalah, Beliau mengajarkan kepada kita untuk shalat sunnat 2 rakaat. Artinya, ketika shalat, Beliau  bukan  melupakan  suatu  masalah,  tetapi  malah  sengaja  membawa  masalah  tersebut dalam shalatnya untuk disampaikan kepada Allah agar diberikan jalan keluarnya. Apa yang Beliau ajarkan sesuai dengan apa yang diperintahkan di dalam Al Qur'an :

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah [2] : 153)
Khusyu’ menurut Al Qur'an
Kita  sering  mengasosiakan  khusyu'  dengan  kontemplasi,  semedi  atau  meditasi  yang  biasa dilakukan dalam praktek ritual agama lain. Kita menjadi lupa untuk menggali bagaimana Al Qur'an menjelaskan mengenai khusyu' itu.

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah [2] 45-46).
Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan khusyu' bukanlah konsentrasi, tetapi keyakinan sedang menghadap Allah.
Keyakinan sangat mempengaruhi sikap seseorang. Orang yang yakin di pohon kamboja ada
hantunya, maka dia akan ketakutan jika malam-malam lewat di bawahnya. Sebaliknya, jika
orang tersebut berkeyakinan pohon kamboja adalah pohon yang indah, maka orang tersebut
justru  menemukan  kesenangan  di  bawahnya.  Dia  akan  memungut  bunga-bunga  yang
berguguran  untuk  diselipkan  ditelinga,  dibuat  rangkaian  bunga  atau  diletakkan  mengapung
diatas kolam air.
Sebetulnya, kata yang sering diterjemahkan sebagai “yakin” pada ayat di atas bukanlah berasal
kata “yaqin”  tetapi  dari  berasal  kata “zon” -  yazunnuuna.  Zon  sebetulnya  lebih  sering
diterjemahkan sebagai  “sangkaan” sebagaimana halnya kata  “husnuzon” dan su’uzon”. Ada
pula  mengartikan  sebagai “menduga  dengan  kuat”.  Yang  pasti,  tingkat  keyakinan  atau
kepastian akan terjadinya sesuatu yang menggunakan kata “zon” berada dibawah kata “yaqin”. Jika kata “yaqin” bisa dikatakan 90%-100% sesuatu itu akan terjadi, maka kata “zon” tingkat kepastiannya mungkin hanya sekitar 70%-90% 1.
Dalam tata bahasa Arab, berdasarkan waktu berlangsungnya suatu kegiatan, kata kerja terdiri
dari  2 bentuk, yaitu fi'il maadhi dan fi'il mudhaari'. Fiil maadhi merupakan kata kerja bentuk
lampau (past) sedang fiil mudhaari’ adalah kata kerja untuk kegiatan yang sedang berlangsung
saat ini (present continuous), masa depan (future) dan juga untuk kegiatan yang berulang-ulang.
Kata  kerja  yang  ada  pada  surat  Al  Baqarah  ayat  46,  yaitu  "yazunnuu"  menggunakan  fi'il
mudhaari'.

Kata       “menemui”  (mulaaquu)  dan     “kembali”            (raaji’uun)  adalah  kata  pelaku  dari  kegiatan
tersebut  (isim fa’il), sama dengan kata  “orang-orang yang khusyu’    (khaasyi’uun). Kata ini
tidak menunjukkan kapan waktu kegiatan tersebut dilakukan. Bisa lampau, sekarang ataupun
yang  akan  datang.    Kebanyakan  terjemahan  Al  Qur'an  dalam  bahasa  Indonesia,  memilih
menterjemahkannya  “khaasyi’uun”  (orang  yang  khusyu’)  tanpa  menggunakan  kata  “akan”,


1 Bahan Pengajian Ar-Rahman pimpinan ustad Bahtiar Nasir kelas Basic 2.

sedang kata “muulaquu” (orang yang menemui) dan “raaji’uun” (orang yang kembali) dengan tambahan kata "akan" (masa yang akan datang). Salah satu pertimbangannya "menemui Tuhan" dan "kembali kepada-Nya" hanya mungkin terjadi "nanti" di akherat. Jika demikian, lalu ketika shalat kepada siapa dia menghadap?.
Dalam beberapa hadits, tampak bahwa Nabi menjaga sikapnya ketika sedang shalat. Beliau
berpendapat  ketika  shalat  sesungguhnya  orang  sedang  berhadapan  dengan  Allah,  seperti
halnya ketika Beliau mi’raj. Karena itu, Beliau melarang orang yang sedang shalat meludah ke
depan, memberi tanda batas tempat shalatnya (sutrah) dan mencegah orang melewatinya.

Allah Ta'ala tetap  (senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR. Mashobih Assunnah)
Nabi juga telah mengajarkan caranya agar kita dapat “menemui” dan “kembali” kepada Allah
sebagaimana yang dimaksudkan dalam Al Baqarah 46. Petunjuknya dikemas ringkas dalam doa
iftitah yang dibaca setelah takbiratul ihram. Jadi ketika kita baru memulai shalat, kita selalu
diingatkan Beliau tentang apa yang harus dilakukan di dalam shalat agar kita menjadi orang
yang khusyu’.

Aku hadapkan wajahku kepada wajah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri  .
Sesungguhnya ibadahku, shalatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam  ..
Kita hanya perlu memiliki sangkaan/keyakinan sehingga bisa bersikap untuk menghadapkan diri kita kepada Allah dengan sadar dan rela mengembalikan seluruh jiwa raga kita kepada Allah. Karena itu, menurut saya, lebih tepat jika arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 46 diatas diterjemahkan sebagai :

Orang-orang yang  (bersikap) seolah-olah, mereka sedang menemui Tuhannya, dan seolah-olah mereka sedang kembali (berserah diri) kepada-Nya.
Kata khusyu' sendiri disebutkan di dalam Al Qur'an pada 16 ayat 2. Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/ tenang, ketakutan, kering/mati, seperti:

1. Hina dan menunduk
"Banyak muka pada hari itu tunduk terhina". (QS. Al Ghaasyiyaah [88]:2).
"Pandangannya tunduk". QS. (An-Naazi'aat [79]: 9).



2 Syaikh Mu'min Al Haddad, Khusyuk Bukan Mimpi. Terjemahan Ahmad Syakirin, MA. Penerbit Aqwan, Cetakan III tahun 2008

"Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakanakan mereka belalang yang beterbangan" QS. (Al Qamar [54]: 7).
2. Rendah dan tenang
" . Dan merendahlah   semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja". (QS. (Thaahaa [20]: 108).
3. Merendahkan dan menundukkan diri
"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya  tunduk  terpecah  belah  disebabkan  ketakutannya  kepada  Allah.  Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir". (QS. Al Hasyr [59] : 21).
"(dalam  keadaan)  pandangan  mereka  tunduk  ke  bawah,  lagi  mereka  diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu  (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera". (QS. Al Qalam [68] : 43).
4. Kering dan mati
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur". (QS. Fushshilat [41]: 39).
Berdasarkan  ayat-ayat  tersebut  diatas,  maka  untuk  mendapatkan  rasa  khusyu’  kita  hanya
perlu bersikap seolah-olah ketika shalat kita sedang berhadapan dengan Allah dan berserah
diri  kepada  Nya.  Sikap  yang  patut  kita  lakukan  ketika  menghadap  Allah  adalah  tenang,
menundukkan pandangan dan merendahkan diri serendah-rendahnya. Sikap yang sepatutnya
dilakukan oleh seorang hamba yang hina dihadapan Tuhan semesta alam, Tuhan Yang Maha
Agung.  Seperti  sikap  bumi  yang  kering  kerontang  dimusim  kemarau  mengharapkan
pertolongan dari Allah swt   dalam bentuk curahan hujan agar dapat kembali subur makmur.


Siapkan diri untuk khusyu'
Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda untuk memahami teori dasar mengenai shalat
khusyu’ dan melatih sikap-sikap yang diperlukan ketika kita shalat. Latihan-latihan yang ada di
dalam buku ini sangat penting untuk dilakukan. Rangkaian kata dan kalimat pada tulisan tidak
akan mampu menjelaskan dengan baik apa yang saya rasakan. Dengan melakukan latihan,
diharapkan Anda dapat merasakan suasana-suasana khusyu’ yang diperoleh dari sikap-sikap
tersebut sehingga akan lebih memahami apa yang saya utarakan.   Seperti halnya jika kita ingin
menjelaskan rasanya durian kepada orang Rusia yang belum pernah makan buah durian sama
sekali.   Peluang   terjadinya   perbedaan   persepsi   sangat   besar   karena   keterbatasan
perbendaharaan  kata,  perbedaan  idiom  dan  perbedaan  pengetahuan.  Rasa  buah  durian
menjadi mudah dipahami dan tidak ada perbedaan persepsi, jika kita meminta dia untuk ikut
memakannya. Karena itu, latihan harus dilakukan pada tiap-tiap tahapan sebelum
Anda  melanjutkan  bacaannya.  Jangan  dilewatkan  begitu  saja.  Latihan-latihan  tersebut
dilakukan  di  luar  shalat.  Setelah  kita  paham  bagaimana  melakukannya,  maka  kita  tinggal
membawanya dalam shalat. Tidak ada dalil ataupun teori baru yang melandasi latihan-latihan
tersebut. Saya yakin Anda pernah mendengarnya, hanya mungkin jarang dipraktekkan dalam
shalat.
Tulisan  ini  akan  lebih  berdaya  guna  jika  Anda  dapat  menyelesaikan  seluruh  bacaan  dan latihannya  dalam  satu  kesempatan  sekaligus.  Karena  itu,  lakukanlah  persiapan  sebelum membaca halaman-halaman berikut ini. Luangkan waktu sekitar 2 jam, kenakan pakaian yang bersih dan carilah tempat yang tenang sehingga Anda dapat melakukannya dengan baik. Sebaiknya  Anda  berwudhu  dulu,  sehingga  setelah  selesai  membaca,  Anda  dapat  langsung mencobanya dengan melakukan shalat sunnah.

Mudah-mudahan Allah berkenan menurunkan rasa khusyu' itu kepada kita semua.
***
Babak I
Kesadaran Berketuhanan

ebelum kita membahas masalah shalat khusyu' lebih jauh, mari kita mulai latihan kita
dengan berdzikir terlebih dahulu dengan menyebut nama Allah sebagaimana latihan di bawah ini.

LATIHAN 1

Setelah melakukan shalat, kita disunatkan untuk berdzikir:
subbahanalllah, alhamdulillah dan Allahu akbar,
masing-masing 33 kali.
Sekarang lakukan dzikir, tetapi dengan lafadz:
Allah, Allah, Allah,
sebanyak 33 kali.
Silahkan dimulai.
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.


Setelah selesai berdzikir sebagaimana Latihan 1, apa yang Anda rasakan? Apakah ada rasa "seerrrr" di dada Anda?
Apakah Anda seperti mau menangis?
Apakah dada Anda terasa seperti bergetar?
Atau malah biasa saja rasanya? Tidak terasa apa-apa.
Simpan dulu jawaban Anda. Mari kita lanjutkan dulu pembahasan kita.

3 golongan manusia
Pada setiap raka’at shalat, kita diwajibkan membaca surat Al Fatihah. Sadar atau tidak sadar, setiap kali kita membacanya, maka pada 2 ayat terakhir kita memohon kepada Allah:
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Seperti apa   orang yang diberi petunjuk, orang dimurkai Allah dan orang yang tersesat dapat kita  lihat  pada  surat  selanjutnya.  Surat  Al  Baqarah  langsung  membuka    dengan  membagi manusia menjadi 3 golongan, yaitu :
*  Orang beriman (Al Baqarah : 2-5)
* Orang kafir (Al Baqarah : 6-7)
*  Orang munafik (Al Baqarah : 8-20)
Masing-masing dilengkapi dengan ciri-cirinya serta akibat yang akan ditanggung oleh masingmasing golongan manusia tersebut3.

Kitab      (Al  Quran)  ini  tidak  ada  keraguan  padanya;  petunjuk  bagi  mereka  yang
bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.  dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab  yang  telah  diturunkan  sebelummu,  serta  mereka  yakin  akan  adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka,
dan merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Al Baqarah [2]:2-5).
Orang  beriman  misalnya,  ciri-cirinya  adalah  percaya  kepada  yang  gaib,  mendirikan  shalat,
menafkahkan sebagian rejekinya untuk bersedekah/zakat, percaya kepada kitab-kitab suci dan
hari akhir. Mereka dinyatakan sebagai orang yang selalu mendapat petunjuk dan beruntung.

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah menguncimati  hati  dan  pendengaran  mereka,  dan  penglihatan  mereka  ditutup.  Dan  bagi mereka siksa yang amat berat (QS. Al Baqarah [2]:6-7).
Orang kafir cirinya adalah tidak bisa lagi melihat kebenaran. Diberi peringatan atau tidak sama saja karena Allah telah mengunci mata, pendengaran dan hati mereka. Dan bagi mereka siksa yang berat.

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar (QS. Al Baqarah [2]:8-9).
Orang munafik dikatakan sebagai orang yang mengaku dia beriman, tapi sebetulnya tidak.
Akibatnya,  orang  munafik  ini  lebih  sulit  dikenali.  Jika  untuk  orang  beriman  hanya  perlu
3   Bahan Pengajian Ar-Rahman pimpinan ustad Bahtiar Nasir kelas Basic 1

menggunakan  4 ayat dan orang kafir hanya  2 ayat, maka untuk orang munafik Al Qur’an memerlukan  13 ayat untuk menjelaskannya. Beberapa cirinya antara lain, mereka biasanya tidak sadar atas keburukan sifatnya sendiri, bahkan merasa dirinya yang lebih benar sehingga dapat menyesatkan orang lain. Mereka merasa lebih pintar dari orang beriman. Mereka suka mengolok-olok  orang  beriman.  Akibat  perbuatannya  itu,  Allah  akan  mengganjar  mereka dengan siksa yang pedih.
Dari 20 ayat pertama di surat Al Baqarah, kita sudah dapat menilai seseorang dan juga diri kita sendiri termasuk pada golongan mana.
Selanjutnya ciri dan penjelasan tambahan untuk masing-masing golongan dapat ditemui pada bagian lain di Al Qur'an. Ciri-ciri yang dijabarkan tersebut akan semakin menambah kejelasan bagi kita untuk menilai setinggi apa keimanan kita saat ini dan sejauh mana kebenaran dari pelaksanaan peribadatan yang telah kita lakukan.
Contoh, jika seseorang mengaku beriman tetapi jarang melakukan shalat 5 waktu, termasuk
golongan manakah dia? Salah satu jawabannya, bisa kita lihat di surat An Nisaa' [4] : 142 :

Sesungguhnya  orang-orang  munafik  itu  menipu  Allah,  dan  Allah  akan  membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali
Jika kita malas shalat, shalat karena ingin dilihat orang lain, atau lebih banyak memikirkan halhal selain Allah ketika shalat, maka sadarilah, bahwa diri kita telah menunjukkan ciri-ciri orang munafik. Waspadalah …. waspadalah ….. waspadalah.

Mengukur kadar keimanan
Sering  kita  merasa  sudah  menjadi  orang  yang  beriman  karena  sudah  masuk  Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat atau mempercayai apa-apa yang dinyatakan dalam rukun iman. Padahal keimanan harus dibuktikan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangannya.
Di dalam ayat-ayat Al Qur'an, banyak disebutkan perintah dan larangan yang harus ditaati agar kita menjadi orang yang beriman, misal:
*  Harus berpuasa (Al Baqarah [2]: 183)
*  Harus banyak berdzikir. (Al Ahzab [33] : 41)
*   Harus menjadi saksi yang adil (Al Maa'idah [5] : 8)
*   Dilarang merendahkan orang (Al Hujuraat [49] : 11)
*   Dilarang menyakiti orang yang diberi sedekah (QS Al Baqarah [2] : 264)
Ayat-ayat tersebut, umumnya diawali dengan kata panggilan, "Hai orang-orang yang beriman
…". Jika perintah dan larangan tersebut diabaikan, maka bisa dikatakan kita tidak termasuk
orang yang beriman, karena kita bukan orang yang terpanggil oleh ayat-ayat itu. Seberapa
tinggi tingkat keimanan kita, dapat diukur dengan seberapa lapangnya hati kita mengikutinya.
Orang yang tinggi imannya akan melaksanakan perintah dan larangan tersebut dengan senang
hati. Mereka yakin, perintah dan larangan tersebut pasti sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri.
Selanjutnya, perintah dan larangan tersebut akan menjadi sikap hidupnya sehari-hari. Orang
yang  lebih  rendah  imannya  akan  melaksanakan  ayat-ayat  tersebut  karena  takut  dosa  dan
neraka.  Dia  akan  melaksanakan  ayat  tersebut  meskipun  terasa  tersiksa  hidupnya.  Sedang
orang yang rendah imannya akan menganalisa dan melakukan banyak pertimbangan untung-
ruginya, sebelum melaksanakannya. Dia memilih ayat-ayat yang menguntungkannya, seolah-
olah dia lebih pandai dari pada Allah dalam mengatur alam semesta.
Selain itu, ada juga ayat-ayat bukan berupa perintah atau larangan, tetapi banyak juga ayat-ayat yang menggambarkan suasana kejiwaan dan sikap orang yang beriman. Ayat-ayat tersebut juga penting kedudukannya dalam Al Qur’an, karena dengan bercermin kepada ayat tersebut, kita juga dapat mengetahui sampai dimana kadar keimanan kita. Apakah diri kita memiliki ciri seperti orang   yang dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut., misal:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS Al Ahqaaf [46] : 13)
Salah satu ciri orang beriman adalah tidak pernah merasa khawatir dan tidak pula berduka cita. Hidupnya selalu bahagia. Kebahagiaan itu sudah dirasakan sejak hidup di dunia hingga nanti diakhirat. Mereka sangat percaya kepada firman Allah yang tertulis di Al Qur'an. Mereka percaya,  bahwa  Allah  Maha  Pengasih  dan  Maha  Penyayang,  tidak  mungkin  Allah  akan merugikan hamba-Nya. Mereka tidak pernah khawatir akan masa depan, karena tahu bahwa Allah telah menjamin rejekinya sejak lahir sampai mati nanti. Ketika masih menjadi bayi yang tidak mampu mengurus diri sendiri, Allah telah mengirimkan kepada kita orang-orang yang menyayangi kita. Memberi makan, memandikan, mengasuh, hingga kita mandiri. Lalu Allah memberikan kepandaian, kekuatan dan rejeki terus menerus hingga menjadi dewasa seperti sekarang ini. Setelah kita hidup dan menikmati rejeki dari Allah, kenapa kita masih saja tidak percaya bahwa Allah Maha Pemberi Rejeki?
Ketika terjadi musibah, orang beriman tidak berduka yang berkepanjangan. Mereka sabar dan
tenang menghadapinya. Mereka percaya, bahwa ini adalah ketetapan yang terbaik dari Allah
SWT,  karena  Allah  Maha  Tahu  apa  yang  terbaik  untuk  hamba-Nya.  Karena  itu  mereka
menunggu dengan penuh harapan, kebaikan apa yang akan Allah berikan setelah musibah ini
berlalu.
Dengan melihat ayat itu, maka jika kita selalu khawatir akan apa akan terjadi atau terlalu sedih
dan menyesali terhadap sesuatu yang telah terjadi, hal itu menandakan ada sesuatu yang salah
dalam keimanan kita. Kita belum sepenuhnya percaya, bahwa Allah mampu mengatur alam semesta dengan sempurna.
Sekarang marilah kita melihat lagi salah satu ciri dari orang yang beriman yang disebutkan dalam Al Qur’an :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS : Al Anfaal
[8]:2).
Berdasarkan ayat tersebut, salah satu ciri orang beriman adalah jika disebut nama Allah maka hatinya akan bergetar. Apa yang Anda rasakan ketika melakukan Latihan 1 tadi? Apakah hati Anda bergetar? Mudah-mudahan Anda merasakannya.
Dari  pengalaman  saya  mengajak  orang  melakukan  Latihan     1,  sangat  sedikit  sekali  yang
merasakan  dadanya  bergetar.  Beberapa  merasakan  "seeerrr",  ingin  menangis  atau  merasa ketenangan. Sebagian besar tidak merasakan apa-apa. Apakah mereka yang tidak merasa apaapa artinya tidak beriman? Bagaimana dengan Anda?
Saya yakin, bahwa Anda yang membaca tulisan ini termasuk orang yang beriman. Tapi kenapa tanda-tanda orang beriman tidak muncul ketika kita menyebut nama Allah? Apakah hati kita telah sekeras batu? Atau kita termasuk orang munafik?
Mari kita lihat dimana letak permasalahannya.
Dzikirlah sebanyak-banyaknya
Ketika tadi Anda berdzikir, manakah yang lebih diperhatikan : hitungannya atau Allah-nya?.
Seringkali kita tidak sadar, ketika berdzikir, kita terlalu memperhatikan jumlah hitungan yang harus dicapai. Seolah-olah jumlah hitungan itu sangat penting sehingga kalau meleset, gugurlah pahala dzikir kita. Kita menjadi lupa, bahwa tujuan berdzikir adalah untuk mengingat Allah bukan menghitung bacaan.
Saya  tidak  menampik  banyak  hadits  yang  mengajarkan  kita  untuk  berdzikir  dalam  jumlah tertentu. Ada yang hanya  3 kali,  33 kali,  100 kali, atau bilangan lainnya, tetapi Al Qur'an menganjurkan lebih dari itu :
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah  (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. (QS : Al Ahzab [33] : 41).
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.   (QS : An Nisaa' [4]:103)
Kesemuanya  mengajarkan  dzikir  tanpa  hitungan,  sebanyak-banyaknya  dan  setiap  saat.
Salahkah  Rasulullah  mengajarkan  hitungan?  Tentu  tidak.  Seperti  halnya  tidak  bersalahnya
orang  tua  kita,  yang  pada  waktu  kita masih kecil,  menyuruh  kita  berpuasa  setengah  hari
lamanya. Semuanya semata-mata agar kita belajar dan segera memulai perbuatan baik yang
diperintahkan Allah. Selanjutnya harus tahu dan berusaha mencapai target sesungguhnya yang
Allah ajarkan.
Sang pencipta langit dan bumi bernama Allah
Ketika Anda menyebut nama Allah, kemanakah pikiran Anda menuju?
Nama adalah sebuah simbol dari pemiliknya. Ketika kita menyebut kata “SBY” maka pikiran kita langsung mengarah kepada sosok gagah berwibawa, yang jika berbicara tutur katanya tertata dengan baik,   yang menjadi Presiden RI. Ketika kita menyebut kata “ibu”, maka pikiran kita langsung mengarah kepada wanita yang melahirkan kita, melindungi dan menyayangi kita. Wanita yang mengurus dan mendidik kita ketika kita masih kecil. Tetapi ketika menyebut nama Allah, kita menjadi bingung dalam membayangkan “sosok” Tuhan.
Ketika kita menyebut nama Allah, tidak perlu kita membayangkan sosok Allah, karena kita tidak akan mampu melakukannya. Allah tidak serupa dengan apapun juga, maka apapun yang kita bayangkan mengenai wujud Allah pasti salah. Cukup sadari saja, bahwa yang kita panggil atau sebut nama-Nya itu adalah nama Dzat pencipta langit dan bumi. Dialah Tuhan yang menciptakan kita. Tuhan yang memberi kita hidup lalu memberi kita rejeki sepanjang hidup kita. Tuhan yang sangat berkuasa, bahkan setelah kita mati sekalipun. Dialah yang menetapkan siapa yang berhak masuk surga dan siapa yang dikirim ke neraka.
Saya ingin memberikan gambaran yang lebih jelas untuk memperbandingkan siapa Allah dan siapa kita ini agar kesadaran kita menjadi lebih terbuka.
Andaikan bumi ini sebesar buah jeruk, maka manusia tak lebih besar dari debu-debu halus
atau sel kulit. Kita naikkan skala perbandingannya. Jika matahari sebesar jeruk, maka bumi
kira-kira hanya sebesar butiran nasi. Manusia, mungkin tak lebih besar dari molekul yang
membentuk  kulit  jeruk.  Kita  naikkan  lagi  skala  perbandingannya.  Jika  galaksi  Bima  Sakti
memiliki  diameter  sebesar  jeruk,  maka  matahari  hanyalah  sebesar  debu.  Bumi  mungkin
sebesar sel-sel kulit jeruk. Manusia hanyalah seperti elektron-elektron. Kita naikkan lagi skala
perbandingannya lebih jauh lagi. Jika alam semesta ini yang kita kenal sekarang ini sebesar
ruang keluarga Anda, maka galaksi hanya sebesar debu atau pasir. Matahari hanyalah seperti
bakteri atau virus yang berterbangan di udara. Bumi mungkin hanyalah sebesar atom oksigen.
Manusia?  Masihkah  manusia  bisa  disebut  sebagai  ada?  Kita  tidak  ada  apa-apanya  di  alam
semesta ini, sementara Allah Sang Pencipta lebih besar dari alam semesta itu sendiri.
Seberapa besar manusia?

Sekarang  setelah  kita  sadar  kekeliruan  kita  dalam  berdzikir  dan  setelah  sadar  seberapa besarnya  diri  kita  dan  betapa  besarnya  Allah,  marilah  kita  ulangi  lagi  apa  yang  telah  kita lakukan di latihan sebelumnya sebagaimana di bawah ini.

LATIHAN 2

Duduklah seperti duduk diantara dua sujud (duduk iftirasy).
Kendorkan badan lalu tundukkanlah hati Anda serendah-rendahnya.
Lalu amati nafas kita. Amati saja tidak perlu diatur.
Amati bahwa nafas kita bergerak sendiri tanpa kita perintah.
Mereka bergerak karena digerakkan Dzat yang memberi kita hidup.
Sadari, bahwa yang akan kita sebut nama Nya adalah nama Dzat yang memberi kita
hidup itu.
Nama Dzat yang menciptakan langit dan bumi.
Nama Dzat Yang Maha Besar, Dzat Yang Maha Agung
Sekarang panggilah nama Dzat yang Maha Besar tanpa menghitung-hitung jumlahnya.
Panggilah dengan rendah hati dan suara lembut:
Allah…
(diam dan rasakan bagaimana Allah merespon panggilan Anda)
Allah…
(diam dan amati apa yang Anda rasakan)
Allah … Allah … Allah …
(panggilan nama Nya secara pelahan-lahan sampai Anda merasa cukup)
Silahkan dimulai.
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.

Sekarang apa yang Anda rasakan?
Mudah-mudahan Anda merasakan getaran atau "sesuatu" di dalam dada sebagai salah satu tanda keimanan kepada Allah. Mudah-mudahan Anda tidak termasuk sebagaimana orang yang disebutkan dalam surat Al Hujuraat [49] : 14 dibawah ini.

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun  pahala  amalanmu;  sesungguhnya  Allah  Maha  Pengampun  lagi  Maha
Penyayang".

Berbuat dengan penuh kesadaran
Bagi yang bisa merasakan perbedaannya, mari kita evaluasi kenapa bisa terjadi perbedaan antara Latihan 1 dengan Latihan 2?
Pada Latihan 2 kita melakukannya dengan penuh kesadaran. Kita sadar, siapa yang namanya kita sebut. Karena kita sadar, kita jadi mengerti bagaimana kita harus bersikap dan mengamati apa yang sedang terjadi terhadap apa yang kita lakukan. Kesadaran seperti itu biasa disebut sebagai NIAT.
Niat  menurut  syara'  adalah  keinginan  untuk  melakukan  sesuatu  yang  diikuti  dengan perbuatan4. Dari definisi tersebut, dapat dikatakan niat ada sepanjang perbuatan tersebut dilakukan.  Niat  dalam  shalat  bukan  sekedar  mengucapkan  "ushalii".  Bahkan  mengucapkan "ushalii" bukan merupakan bagian dari shalat. Shalat menurut definisi syar'i adalah ibadah yang terdiri dari rangkaian bacaan dan gerakan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam5. Sementara itu, mengucapkan "ushalii" terletak sebelum takbir, artinya diluar kegiatan shalat. “Ushalii” hanya sekedar bacaan yang membantu mengingatkan kita agar kita melakukan shalat dengan penuh niat, dalam arti sungguh-sungguh menghadapkan diri ke Allah sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.
Niat dalam shalat harus ada sepanjang shalat tersebut dilakukan, sejak takbir sampai dengan salam. Jadi takbirlah dengan niat, bacalah Al Fatihah dengan niat, rukuk-lah dengan niat, dan seterusnya sampai dengan salam. Artinya ketika takbir kita sadar, bahwa ketika itu kita sedang mengagungkan kebesaran Allah. Ketika membaca Al Fatihah, kita sadar, bahwa ketika itu kita sedang memulai berkomunikasi dengan Allah. Ketika kita rukuk, kita sadar, bahwa ketika itu kita  sedang  menundukkan  diri  di  hadapan  Allah  SWT.  Demikian  seterusnya  kita  selalu melakukan  gerakan  dan  bacaan  shalat  dengan  penuh  kesadaran  hingga  kita  mengucapkan salam untuk menebarkan keselamatan ke sekeliling kita.
****
4 Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Niat, terjemahan bahasa Indonesia oleh Faisal Saleh, LC. Gema Insani. Cetakan I tahun 2006. Halaman 12.
5 Ibid

Babak II
Tunduk dalam Kepasrahan

asih ingatkah pelajaran rukun shalat yang pernah kita terima ketika kita masih
duduk di bangku SD, SMP atau SMA?. Secara ringkas, rukun shalat adalah sebagai berikut :
* Niat
*Takbir
* Berdiri
*  Membaca Al Fatihah
*  Rukuk
* Itidal
*  Sujud
*  Duduk diantara dua sujud
* Tahiyyad akhir
*  Salam

Beberapa  mahzab  ada  yang  menambahkan  rukun  shalat  dengan  thu'maninah,  tertib  dan berurutan, serta sedikit variasi di dalam detail masing-masing rukunnya.
Evaluasi pelaksanaan rukun shalat
Saya tidak akan membahas secara detail masalah rukun shalat disini. Rasanya sudah sangat
sering  dibahas  dan  sangat  banyak  buku-buku  yang  menulis  tentangnya.  Saya  hanya  ingin
mengajak Anda untuk melihat kembali apakah rukun shalat tersebut sudah dilakukan dengan
benar?
Pada bab sebelumnya kita sudah membahas masalah niat. Sekarang mari kita lihat rukun yang lainnya lagi.
Coba kita perhatikan rukun shalat di atas. Bacaan apa saja yang dimasukkan ke dalam rukun shalat? Jawabannya adalah Al Fatihah dan tahiyyad akhir (shalawat). Dapat juga ditambahkan dengan takbir dan salam yang juga harus diucapkan. Bacaan lainnya adalah sunnah. Jika dibaca menambah pahala, jika ditinggalkan tidak membatalkan shalatnya.
Jika demikian, apakah yang wajib dilakukan ketika rukuk atau sujud? Pertanyaan ini sederhana
saja  sifatnya,  tapi  selama  ini  banyak  yang  tidak  memperhatikannya  sehingga  bingung
menjawabnya.  Jawabnya  adalah  gerakan  rukuk  dan  sujud  itu  sendiri.  Jika  kita  tidak
membungkukkan dan menyujudkan badan maka shalat kita tidak sah, kecuali jika kita sedang
uzur  tentunya.  Sedangkan  bacaan  di  dalamnya  adalah  sunnah,  tidak  dibaca  tidak  apa-apa. Shalat kita tetap sah.
Coba kita ingat kembali pelaksanaan shalat yang selama ini telah kita lakukan. Manakah yang lebih kita perhatikan ketika kita melakukan rukuk dan sujud? Bacaan atau gerakan? Banyak sekali orang mengira bahwa dia memperhatikan kedua-duanya, tetapi coba kita ingat-ingat kembali :  Pernahkah  kita  memperhatikan  apakah  gerakan  rukuk  dan  sujud  kita  telah sempurna? Apakah punggung kita telah lurus sehingga jika diletakkan gelas berisi air tidak tumpah? Apakah kita telah mengamalkan gerakan rukuk dan sujud sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini?

Abu Humaid As-Sa'idi r.a berkata, "Aku mengingat shalat Rasulullah Saw lebih baik daripada  siapa  pun  diantara  kalian.  Aku  melihat  Nabi  Saw  mengangkat  kedua tangannya sejajar dengan bahunya dan mengucapkan takbir, dan ketika rukuk Nabi Saw meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas dua lututnya dan punggungnya membungkuk  lurus,  kemudian  setelah  bangkit  dari  rukuk  Nabi  Saw  berdiri  tegak hingga semua tulang punggungnya berada dalam posisi normal. Ketika sujud, Nabi Saw meletakkan kedua  (telapak) tangannya di atas tanah dan menjauhkan lengan bagian bawahnya dari tanah dan tubuhnya, dan jari jemari (kakinya) menghadap ke arah kiblat. Ketika duduk pada rakaat kedua, Nabi Saw duduk diatas kaki kirinya dan menyangga kakinya sebelah kanan; dan pada rakaat terakhir Nabi Saw menekan kakinya sebelah kiri kedepan dan menopang kakinya sebelah kanan dan duduk diatas pinggulnya". (1:791 -   Shahih Al Bukhari).
Bacaan bukan panglima
Sadar atau tidak sadar, bacaan bagi kebanyakan kita telah menjadi panglima dalam shalat. Cepat-lambat atau panjang pendeknya bacaan telah menentukan lamanya shalat. Perpindahan antara satu gerakan ke gerakan lain dalam shalat ditentukan oleh selesainya bacaan, seolaholah bacaan menjadi aba-aba dalam shalat. Begitu kita selesai membaca bacaan sujud 3x, maka segera kita bergerak untuk duduk. Begitu selesai menyampaikan 8 permohonan disaat duduk diantara 2 sujud, kita langsung bergerak untuk sujud kembali.
Kebiasaan ini mungkin dilakukan karena mencontoh dari apa yang kita lihat ketika shalat
berjamaah. Dalam shalat berjamaah, setelah selesai membaca Al Fatihah dan surat pendek, imam  shalat  biasanya  akan  mengucapkan  takbir  sebagai  tanda  kita  harus  rukuk.  Kita  lalu
mengambil kesimpulan, bahwa selesainya bacaan shalat menjadi batas lamanya gerakan shalat
yang  lainnya.  Padahal  tolok  ukurnya  berbeda.  Ketika  kita  berdiri  membaca  Al  Fatihah,
bacaannya adalah wajib. Sedang ketika rukuk, itidal, sujud dan duduk, bacaannya sunnah, yang
wajib adalah gerakannya.
Mungkin Anda bertanya-tanya, jika bukan bacaan lalu apa yang menentukan lamanya gerakan rukuk, itidal, sujud dan duduk? Marilah kita lihat apa yang diajarkan Nabi ketika memberikan pelatihan shalat secara singkat kepada seseorang sebagaimana hadits dibawah ini.

Diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah:  Rasulullah  Saw  masuk  ke  dalam  masjid  dan
seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian menemui Nabi Saw
dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya dan berkata, "Kembalilah
dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang mengerjakan shalat dengan cara
sebelumnya, kemudian menemui dan mengucapkan salam kepada Nabi Saw. Beliau
pun kembali berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Hal itu
terjadi  tiga  kali.  Orang  itu  berkata,  "Demi  Dia  yang  mengutus  engkau  dengan
kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan cara yang lebih baik selain
cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi Saw bersabda, "Ketika kau berdiri
untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah (surah) dari Al Quran kemudian rukuklah
hingga  kau  merasa  tenang  (thuma'ninah).  Kemudian  angkatlah  kepalamu  dan
berdiri lurus, lalu sujudlah hingga kau merasa tenang selama sujudmu, kemudian
duduklah dengan tenang, dan kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu".
(1:724 - Shahih Al Bukhari).
Jika kita membaca hadits diatas, kita bisa duga, bahwa orang itu sudah mengetahui bacaan dan
gerakan-gerakan shalat. Tapi mungkin pelaksanaan dilakukan secara terburu-buru. Karena itu,
Nabi tidak lagi mengajarkan bacaan dan dasar-dasar shalat lainnya. Nabi mengajarkan apa yang
perlu diperbaiki oleh orang itu. Beliau mengajarkan, bahwa lamanya gerakan shalat, khususnya
ketika ruku', sujud dan duduk, bukanlah ditentukan oleh selesainya bacaan, tetapi sampai kita
merasa tenang.
Mungkin orang itu sama seperti kita. Kita hafal seluruh bacaan shalat, tahu gerakan-gerakan
shalat dan mungkin juga seluk beluk shalat lainnya. Kita merasa shalat kita sudah sempurna
seperti yang dicontohkan Nabi. Kita sering tidak sadar, ketika shalat kita sering membaca
bacaan dengan cepat agar shalat kita cepat selesai. Ternyata shalat semacam itu dipandang
Nabi hanya seperti angin lalu saja. Sia-sia. Diulang berkali-kali pun tidak ada gunanya.


Rukun shalat yang dilupakan
Kesempurnaan  gerakan  tidak  mungkin  dicapai  jika  kita  terburu-buru  dalam  melaksanakan shalat. Gerakan-gerakan shalat harus dilakukan dengan   perlahan-lahan dan penuh perasaan. Dalam rukun shalat, hal itu disebut sebagai THUMA'NINAH. Thuma'ninah diartikan sebagai berhenti sebentar dalam setiap gerakan hingga seluruh tulang dan persendian kembali pada posisi yang tepat dan tubuh terasa tenang.
Thuma'ninah sebetulnya termasuk dalam rukun shalat pada sebagian besar mahzab. Ada yang
dinyatakan sebagai salah satu rukun, ada pula yang digabung dengan rukun lain.   Mahzab Syafi’i
yang dianut oleh sebagian besar orang Indonesia menggabungkan thuma'ninah dalam rukun
yang  lain,  seperti  rukuk  dengan  thuma'ninah,  sujud  dengan  thuma'ninah,  duduk  dengan thuma'ninah. Tetapi karena thuma'ninah bukan merupakan gerakan atau bacaan, maka dia sering  dilupakan  orang.  Padahal  sebagai  rukun,  sebetulnya  thuma'ninah  tidak  boleh ditinggalkan. Shalat tanpa thuma'ninah kira-kira sama dengan shalat tanpa bertakbir atau tanpa membaca Al Fatihah atau tanpa salam. Artinya, shalat tersebut tidak sah!

Berikut ini adalah tabel perbandingan rukun shalat dalam 4 mahzab. 6

Mazhab                                                              Syafi’i                Malik             Hanafi           Hanbali
1. Niat                                                                 rukun                rukun            -                      -
2. Takbiratul Ihram                                        rukun                rukun            rukun            rukun
3. Berdiri                                                            rukun                rukun            rukun            rukun
4. Membaca Al-Fatihah                               rukun                rukun            rukun            rukun
5. Rukuk                                                             rukun                rukun            rukun            rukun
6. Itidal                                                               rukun                rukun            -                      rukun
7. Sujud                                                              rukun                rukun            rukun            rukun
8. Duduk diantara dua sujud                     rukun                rukun            -                      rukun
9. Duduk tasyahhud akhir                           rukun                rukun            rukun            rukun
10. Membaca tasyahhud akhir                 rukun                rukun            -                      rukun
11. Membaca shalawat                                rukun                rukun            -                      rukun
12. Salam                                                           rukun                rukun            -                      rukun
13. Tertib                                                           rukun                rukun            -                      rukun
14. Thuma’ninah                                            rukun *)           rukun            -                      rukun
*) Digabungkan dengan rukun lainnya
6                     Tabel   diambil   dari   http://www.eramuslim.com/ustadz/shl/7611221508--mana-datangnya-rukun-


Gerakan yang menghantarkan jiwa
Gerakan tubuh sangat penting untuk menghantarkan hati dan jiwa mencapai ketundukan dan
kerendahan dihadapan Allah. Untuk lebih memahaminya mari kita lakukan latihan berikut ini.
sholat.htm   yang merupakan kutipan dari kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Dr. Wahbah AzZuhaili. Pada bagian thuma’ninah diubah oleh Penulis berdasarkan buku Fikih Shalat. Kajian berbagai Mazhab. Dr. Wahbah al Zuhaily. Terjemahan Prof. Drs. KH. Masdar Helmy. Penerbit Pustaka Media Utama. Cetakan pertama tahun 2004.
LATIHAN 3
Duduklah seperti duduk diantara dua sujud.
Kepalkan telapak tangan di depan dada dengan kuat.
Busungkan dada dan kepala agak menengadah.
Katakan dalam hati :
"Aku pasrah, aku pasrah, aku pasrah ……"
Amati apa yang Anda rasakan.
Setelah selesai kendorkan badan. Tundukkan kepala.
Letakkan tangan menelungkup diatas paha. Katakan sekali lagi :
"Aku pasrah, aku pasrah, aku pasrah ……"
Amati apa yang Anda rasakan.
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.


Coba bandingkan, manakah yang lebih terasa pasrah? Posisi yang pertama atau yang kedua?
Umumnya orang merasakan posisi yang kedua yang lebih terasa pasrah. Ketika tubuh rileks dan membungkuk, maka akan lebih mudah bagi orang untuk mencapai posisi kepasrahan diri. Sebaliknya, sangat sulit mencapai posisi pasrah atau rendah hati jika tubuh tegang dan dada membusung, sikap tubuh yang biasanya terdapat pada orang sombong dan angkuh.

Sekarang kita lanjutkan dengan lakukan latihan berikutnya.
LATIHAN 4

Duduklah seperti duduk diantara dua sujud dengan posisi seperti Latihan 3 bagian
yang kedua.
Kendorkan badan. Tundukan kepala.
Letakkan tangan menelungkup diatas paha. Lalu katakan:
"Aku pasrah, aku pasrah, aku pasrah ……"
Amati apa yang Anda rasakan.

Lalu, langsung teruskan kepasrahan Anda. Kali tanpa kata-kata, tanpa bacaan.
Pasrahkan saja dan rendahkanlah hati Anda, lalu biarkan tubuh Anda lerem, bergerak
mengikuti kepasrahan. Jika tubuh Anda cenderung untuk condong kedepan, ikuti saja,
jangan ditahan.
Teruslah untuk semakin pasrah dan rela.
Amati lagi apa yang Anda rasakan
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas

Coba bandingkan apa yang Anda rasakan. Manakah yang terasa lebih pasrah dan lebih enak, yang menggunakan kata-kata atau yang tanpa kata-kata?
Hampir semua orang yang pernah melakukan Latihan 4 mengatakan, bahwa yang lebih terasa enak adalah yang tanpa kata-kata!
Ketika kita menggunakan kata-kata, otak kiri yang berkaitan dengan logika, hafalan, sekuensial,
akan berperan aktif. Ketika kita pasrah tanpa kata-kata, maka otak kiri tidak lagi aktif. Otak
kanan yang berkaitan dengan rasa, emosi, acak, yang berperan aktif. Akibatnya lebih terasa
enak.
Ketika  hati  kita  pasrah  atau  tunduk  dalam  keadaan  diam  (tanpa  kata),  maka  pikiran  kita bergerak mengikuti naluri. Tubuh pun ikut pasrah sehingga otot-otot lebih kendor dan terasa rileks.  Jika  kepasrahan  itu  diteruskan  dan  diikuti  dengan  sepenuh  hati,  maka  orang  akan tersujud dengan sendirinya. Sujud yang bukan dari perintah otak, tetapi sujud yang muncul dari hati yang berserah diri.

Rukuk dan sujud dengan penuh kerendahan
Dari banyak gerakan-gerakan shalat, gerakan rukuk dan sujud adalah yang paling penting. Dalam  beberapa  ayat  di  dalam  Al  Qur'an,  rukuk  dan  sujud  kadang  digunakan  sebagai pengganti kata shalat, misalnya saja surat Al Hajj : 26.
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud”.
Rukuk    dan    sujud    sedemikian    penting,    sehingga    Nabi    memerintahkan    untuk menyempurnakannya.

Hadits riwayat Anas bin Malik ra.:
Dari  Nabi  saw.,  Beliau  bersabda:  Sempurnakanlah  rukuk  dan  sujud,  demi  Allah,
sesungguhnya aku dapat melihat engkau di belakangku (kemungkinan bersabda: yang
di belakang punggungku) saat engkau rukuk atau sujud. (Shahih Muslim No.644)
Bahkan ketidaksempurnaan dalam melakukan rukuk dan sujud dinilai Nabi seperti orang yang mencuri di dalam shalat, sebagaimana hadits berikut ini.

Dari Qatadah RA, dia berkata,
Rasulullah saw pernah bersabda, "Paling jelek manusia dalam mencuri adalah orang
yang mencuri sebagian shalatnya". Ada seorang sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah  dia  mencuri  shalatnya?".  Rasulullah  saw  menjawab:  "Dia  tidak
menyempurnakan rukuk shalat itu dan tidak pula menyempurnakan sujudnya".
Rukuk dan sujud sangat penting untuk membantu kita meraih kekhusyu'an. Gerakan rukuk dan  sujud  akan  membantu  jiwa  mencapai  ketundukan  dan  kerendahan.  Sikap  tubuh  yang membungkuk pada rukuk akan membantu jiwa kita untuk tunduk dan hormat kepada Allah. Demikian pula meletakkan kepala pada posisi yang paling rendah, akan membantu kita untuk merendahkan  diri  dihadapan  Allah.  Jika  rukuk  dan  sujud  tidak  sempurna,  maka  dapat dipastikan, bahwa jiwa kita belum mencapai ketundukkan dan kerendahan sebagaimana yang diharapkan. Artinya, tidak mungkin meraih kesempurnaan shalat, yaitu turunnya rasa khusyu', rasa tunduk, rendah dan tenang dihadapan Allah.
Sayangnya, justru gerakan rukuk dan sujud ini yang paling banyak salah dilakukan. Pada rukuk,
kesalahan yang paling sering terjadi adalah punggung melengkung, kepala menekuk terlalu
dalam dan tangan diletakkan di bawah atau diatas lutut. Sedangkan yang sering salah dilakukan
orang adalah punggung yang melengkung atau siku jatuh hingga menempel ke lantai.

Untuk melatih gerakan-gerakan rukuk dan sujud yang benar, dapat dilakukan sebagaimana Latihan 5 di bawah ini.
LATIHAN 5

Pada latihan ini, kita melatih gerakan rukuk dan sujud agar lebih sempurna dan lebih terasa
enak ditubuh sehingga lebih mudah meraih rasa tenang dalam gerakan itu.
Berdirilah dengan tegak, lalu angkatlah kepala menengadah sehingga Anda melihat lurus
keatas agak kebelakang sedikit. Pertahankan posisi tersebut beberapa saat. Rasakan tulang
punggung Anda agak tertarik sedikit. Kira-kira seperti itulah rasanya tulang punggung Anda
ketika rukuk dengan tepat. Coba Anda bergerak rukuk dengan tetap mempertahankan posisi
tulang punggung Anda. Jadikan pinggang Anda sebagai poros gerakan.
Ulangi beberapa kali sehingga Anda dapat meraih posisi rukuk yang benar dengan cepat.
Ambillah posisi seperti orang sedang merangkak. Tempatkan tangan kira-kira 2 jengkal dari
lutut. Diam dengan santai beberapa saat. Biarkan hingga tulang punggung Anda jatuh tertarik
oleh gravitasi bumi. Biarkan beberapa saat, lalu letakkan kepala Anda ke lantai untuk bersujud.
Perhatikan kedua tangan Anda. Jangan sampai sikunya menyentuh tanah dan aturlah
pembagian beban agar kepala tidak menanggung berat yang terlalu besar.
Turunkan bahu Anda, kendorkan ruas-ruas tulang punggung Anda lalu diamlah hingga tubuh
terasa rileks.
Ulangi beberapa kali sampai Anda dapat meraih posisi sujud dengan cepat.
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas
Sempurnakan sujud dan rukuk
Gerakan rukuk dan sujud tidak akan sempurna jika hati kita tidak melakukan hal yang sama. Hati yang tunduk akan mengantarkan seluruh bagian tubuh kita tunduk pula. Hati sedemikian berpengaruhnya bagi tubuh kita, sehingga Nabi mengatakan bahwa jika hati baik maka seluruh tubuh kita akan ikut baik.

“Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging, jika ia baik, maka baiklah jasad seluruhnya;  jika  ia  rusak,  maka  rusaklah  jasad  seluruhnya.  Ketahuilah  bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Setelah kita dapat melakukan gerakan rukuk dan sujud dengan baik, kini kita sempurnakan dengan hati yang ikut pula tunduk dan merendah dihadapan Allah sebagaimana latihan di bawah ini.

LATIHAN 6

Duduklah seperti duduk diantara dua sujud. Dapat juga dilakukan sambil berdiri.
Memejamkan mata akan lebih baik agar suasana di sekeliling tidak mengganggu.
Niatkan hati Anda untuk tunduk dan pasrah.
Rasakan, begitu selesai Anda berniat, akan terasa seperti ada tuntunan atau dorongan untuk
tunduk. Jika Anda ikuti dorongan itu, maka diri Anda semakin terbawa untuk lebih tunduk
lagi. Cobalah beberapa kali sampai Anda mudah mengikuti dorongan ketundukan itu.
Kemudian lalukanlah ketundukan secara total hingga Anda tersujud dengan sendirinya.
Setelah tersujud, jangan berhenti. Biarkanlah jiwa Anda mengikuti ketundukan itu semakin
dalam, sampai terasa masuk menembus ke dalam bumi. Teruslah ikut dorongan ketundukan
itu sampai jiwa Anda tak sanggup lagi mengikutinya.
Setelah itu pujilah Allah sebagaimana bacaan ketika kita sujud:
"Subhaana rabbial a'la wabi hamdi"
Sampaikan pujian dari hati yang paling dalam. Hati yang sedang dalam ketundukan.
Setiap kali memuji, rendahkan lagi hati Anda lebih dalam lagi.
Lalu diamlah dengan rela kepada Allah sampai Anda puas.
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas


Dalam latihan tadi, saya mengajak Anda untuk betul-betul merendahkan diri di hadapan Allah.
Dalam ketundukan tersebut peran hati dan jiwa sangat penting. Tubuh sekedar mengikuti
gerakan jiwa kita. Meskipun demikian, sikap tubuh yang sempurna akan lebih membantu.
***
Babak III
Berdialog dengan Allah

ering kita mendengar pendapat, bahwa pada saat shalat sesungguhnya kita sedang
berjumpa dengan Allah. Rasulullah saw pun bersabda : Ash shalaatu mi'rajul mu'miniin.
Bahwa, shalat itu adalah mi'rajnya orang-orang yang beriman. Shalat diumpamakan

sebagaimana  halnya  Nabi  mi'raj.  Seorang  hamba  diperjalankan  untuk  datang,  mendekat,
menemui Tuhannya. Dalam mi'raj itu, Nabi berdialog dengan Allah dan menerima perintah
shalat. Konon, salah satu bagian dari dialog itu diabadikan dalam bacaan tahiyyad awal.
Setelah membaca Lauhil Mahfuz ditempat alam tertinggi berdiri Arasy Allah, maka
berkatalah  Muhammad :  "Attahiyyatu  lillaah,  wa  shalawaatu  thayiibaat” (Seluruh
penghormatan hanya untuk ya Allah, begitu juga seluruh keselamatan dan kebaikan). Allah menjawab:    "Assalaamu’alaika    ayyuhan    nabiyyu    warahmatullaahi wabarakaatuh"  (Semoga  kesejahteraan  dilimpahkan  kepadamu,  wahai  Nabi,  serta rahmat Allah dan berkat Nya.). Nabi menjawab: "Assalamu'alaina wa alaa ibaadilllahis shalihin" (Limpahkanlah kesejahteraan bagi kami, juga kepada hamba Allah yang saleh). Dengan  takjub  malaikat  ramai-ramai  menunjuk  dan  berkata:  "Asyhadu  alaa  ilaaha ilallaah wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullah". 7
Suatu  dialog  yang  penuh  kesantunan  dan  kasih  sayang  antara  seorang  hamba  dengan penciptanya.

Allah menjawab setiap pujian dan doa
Shalat  secara  bahasa  berarti  do’a.  Doa  pada  hakikatnya  merupakan  bentuk  dialog  antara manusia  dengan  Allah  Swt.  Ketika  seseorang  shalat,  hakekatnya  ia  sedang  bertemu  dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi shalat dan mi’raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.
Ketika kita bertakbir dan memuji Allah, sesungguhnya Allah menjawab pujian itu. Ketika kita membawa surat Al Fatihah, sesungguhnya Allah meresponnya, sebagaimana dinyatakan dalam satu  hadits  qudsi  dari hadits  riwayat  Muslim  dalam  kitab  Shalat  no.  (38)  (395)  dari  Abu Hurairah R.A,   bahwa :
7 Riwayat seperti ini meskipun tertulis dalam beberapa kitab tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj menurut www.darulfatwa.org.au adalah   kisah yang tidak sahih (benar).
Rasulullah  Shallallahu    ‘alaihi  wa  sallam  bersabda         :  Allah  Subhanahu  wa  Ta’ala
berfirman: “Aku membagi shalat (yakni surat Al-Fatihah) menjadi dua bagian, separuh
untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca: ‘Segala puji bagi Allah’.
Maka Allah menjawab  :  ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’. Apabila ia membaca  :  ‘Yang
Maha  Pengasih  lagi  Maha  Penyayang’.  Maka  Allah  menjawab:  ‘Hamba-Ku  telah
menyanjung-Ku’.  Apabila  ia  membaca  :  ‘Penguasa  hari  pembalasan’.  Maka  Allah
menjawab: ‘Hamba-Ku  telah  mengagungkan-Ku’.  Apabila  ia  membaca: ‘Hanya
Engkaulah  yang  kami  sembah  dan  hanya  kepada  Engkaulah  kami  memohon
pertolongan’.  Maka  Allah  menjawab : ‘Ini  separoh  untuk-Ku  dan  separoh  untuk
hamba-Ku’. Apabila ia membaca : ‘Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus’. Maka Allah menjawab : ‘Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta.’”
Demikian  pula  ketika  kita  berdoa  saat  duduk  diantara  dua  sujud.  Secara  khusus  kita bersimpuh dihadapan Allah untuk menyampaikan 8 permohonan kepadanya.

Rabbighfirlii (ampuni aku)
Warhamnii (sayangi aku)
Wajburnii (tutupi aib-aibku)
Warfa’nii (angkat derajatku)
Warzuqnii (beri aku rizki)
Wahdinii (beri aku petunjuk)
Wa’afinii (sehatkan aku)
Wa’fuani (maafkan aku).

Ketika itu, sesungguhnya kita sedang berdialog dengan Allah. Dari setiap apa yang kita minta, sesungguhnya  Allah  memberikan  jawaban  atas  permohonan  atau  doa  kita  tersebut, sebagaimana firman Nya :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka  (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila  ia  memohon  kepada-Ku,  maka  hendaklah  mereka  itu  memenuhi  (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqarah [2] : 186)
Dan  Tuhanmu  berfirman:  "Berdoalah  kepada-Ku,  niscaya  akan  Ku  perkenankan
bagimu.  Sesungguhnya  orang-orang  yang  menyombongkan  diri  dari  menyembah-
Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al Mu'min
[40] : 60).
Yang menjadi permasalahan dan pertanyaan adalah apakah kita pernah merasakan jawaban
atau respon Allah tersebut? Hampir kita tidak pernah merasakannya, sehingga kadang muncul
sangkaan, bahwa Allah tidak mendengar doa kita, bahkan mungkin merasa doa kita tidak
sampai ke Allah. Ada juga yang berpendapat, bahwa hanya doa orang-orang yang suci hatinya,
setingkat nabi atau minimal wali, yang didengar oleh Allah. Padahal kita semua tahu, bahwa
Allah Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Pengabul Doa, tapi seberapakah percayanya
kita?

Komunikasi dua arah
Sebenarnya kalau kita perhatikan, permasalahannya bukan kepada apakah Allah menjawab doa ataupun menyambut dialog kita ketika sedang shalat, tetapi lebih kepada sikap kita dalam berkomunikasi.
Dalam  sebuah  dialog,  maka  akan  terjadi  komunikasi  timbal  balik.  Ketika  si  A  berkata,
seyogyanya si B mendengarkan. Setelah selesai, maka si B akan menjawab atau memberikan
tanggapan dan si A ganti yang mendengarkan dengan seksama jawaban si B. Jika satu pihak
hanya asyik berbicara sendiri tanpa mempedulikan lawan bicaranya, maka akan terjadi dialog
yang timpang. Pihak yang asyik berbicara sendiri tidak akan mendapat jawaban pertanyaannya,
solusi atas permasalahan yang diutarakan ataupun apresiasi dari lawan bicaranya.
Hal ini seringkali terjadi dalam shalat dan doa kita. Ketika kita shalat atau berdoa, kita asyik membaca bacaan shalat atau bacaan doa yang telah kita hafal. Sering kali bacaan shalat atau doa dilafadzkan dengan cepat tanpa kita sadari maknanya. Seolah-olah bacaan shalat yang terdiri dari pujian dan permohonan itu adalah mantra atau aba-aba saja.

Ketika kita berdoa saat duduk diantara dua sujud, kita mengucapkannya dengan cepat:
Rabbighfirlii, warhamnii, wajburni, warfa’ni, warzuqnii, wahdinii, wa’afinii, wa’fuani.

Delapan permohonan kita sampaikan tanpa jeda. Lalu tanpa basa-basi kita langsung sujud. Seolah-olah kita tidak butuh dengan apa yang kita mohonkan.
Andaikan bacaan itu kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia, lalu kita sampaikan permintaan yang kira-kita sama bentuknya kepada Presiden RI, tentu akan lain ceritanya.
Pak Presiden, ampuni kesalahan saya…. (sambil melihat ekspresi wajahnya dengan harapharap cemas, mudah-mudahan Beliau tidak marah dan tersenyum).
Sayangi  rakyatmu  ini     ……  (sambil  membungkuk  mengharapkan  Presiden  membelai
kepala dan pundak kita)
Mohon  jangan  diumumkan  kekhalayak  ramai  keburukan  saya  (sambil  kita  memasang muka yang memelas)
Mohon Paduka naikkan pangkat dan jabatan saya (sambil kita menggenggam erat tangan Presiden)
Mohon Paduka juga menaikkan gaji saya agar dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga dan ada sedikit sisa untuk simpanan (ekspresi muka dibuat semakin memelas)
Mohon  petunjuk  Pak  Presiden  untuk  menyelesaikan  urusan  kami     (sambil  tersenyum
simpatik berusaha meyakinkan)
Mohon bantuan obat-obatan dan biaya rumah sakit agar kami dapat mengobati penyakit-
penyakit kami (sambil menujukkan bagian tubuh kita yang sakit dan bekas luka)
Maafkan kami Paduka  (lalu beringsut mengundurkan diri dengan penuh sopan santun
lalu).
Coba bandingkan dengan sikap kita ketika berdoa. Betapa seringkali kita menyepelekan Allah. Mentang-mentang Allah tidak kelihatan, kita suka bersikap seenaknya. Dalam kondisi ini pun sebenarnya Allah selalu  merespon pujian dan permohonan kita, karena Dia Maha Dekat, Maha Pemaaf, Maha Tahu, Maha Cepat dan selalu menepati janji Nya.
Sebenarnya dengan sikap yang tidak patut itu, kita sendiri yang rugi. Kita tidak mampu lagi menangkap jawaban Allah atas doa kita, karena kita terlalu sibuk dan terburu-buru ketika menyampaikan permintaan. Lalu setelah menyampaikannya, kita langsung saja meninggalkan Allah. Kita tidak peduli ketika Allah memberikan jawaban Nya. Kita banyak meminta, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menerima apa yang kita minta.

Bagaimana cara kita berdoa dijelaskan secara singkat di dalam Al Qur’an.
Berdoalah  kepada  Tuhanmu  dengan  berendah  diri  dan  suara  yang  lembut. Sesungguhnya  Allah  tidak  menyukai  orang-orang  yang  melampaui  batas.  Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan  dikabulkan).  Sesungguhnya  rahmat  Allah  amat  dekat  kepada  orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al A’raaf [7]:55-56)
Dalam berdoa kita harus  merendahkan hati dan santun dalam  menyampaikan. Kita perlu menyadari, bahwa hanya Allah-lah yang bisa mengabulkan doa kita.
Jangan berfikir jawaban  Allah akan berupa kata-kata seperti halnya kita berbicara dengan
sesama manusia. Jawaban Allah bukanlah berupa kata, suara ataupun tulisan. Misalnya, kita
mengalami kesulitan keuangan. Jika kita memohon rejeki kepada Allah, tidak serta merta lalu
ada sejumlah uang disebelah kita atau ada orang yang datang memberikan sejumlah uang atau
muncul gambaran yang menyatakan dimana ada harta karun. Yang umum terjadi adalah beban
di dada dan kekalutan di pikiran yang timbul akibat kesulitan keuangan tersebut diangkat
terlebih dulu oleh Allah. Sesaat setelah selesai kita berdoa, kita tetap tidak punya uang, tetapi
hati kita terasa lapang. Beban masalah seolah-olah hilang begitu saja. Dengan pikiran yang
jernih,  ilham  akan  lebih  mudah  diterima.  Hati  yang  lapang  membuat  wajah  bersinar,
menyenangkan  orang  yang  memandangkan.  Selanjutnya  secara  bertahap  dan  pasti,  rejeki
datang  dari  arah  yang  tidak  disangka-sangka. “Tangan-tangan”  Allah  bergerak  sedemikian
halus sehingga ketika masalah tersebut telah dapat diatasi, kita sering lupa bahwa kita pernah berdoa kepada Allah untuk itu.
LATIHAN 7

Duduklah seperti duduk diantara dua sujud (duduk i’tiraj).
Leremkan tubuh dan tundukkan hati dan pikiran.
Dengan rendah hati, sampaikanlah permohonan ampun kepada Allah :
Rabbighfirlii (ampuni aku).
Diam sejenak. Buka dada dan diri Anda untuk menerima ampunan Allah
seperti Anda membuka diri ketika merasakan hembusan angin sepoi-sepoi atau
menerima curahan air hujan ketika masih kecil.
Jika Anda tidak merasakan sesuatu di dada Anda tidak mengapa, mungkin Anda kurang sensitif, tapi tetaplah membuka diri Anda untuk menerima ampunan Allah.
Ulangi permintaan beberapa kali sampai Anda merasa tenang.
Berikutnya sampaikanlah permintaan kedua :
Warhamnii (sayangi aku)
Diam dan tundukkanlah diri Anda untuk menerima kasih sayang
Allah yang tak terkira besarnya. Bukalah dada Anda seluas-luasnya agar
semakin banyak kasih sayang Allah yang Anda terima.
Ulangi beberapa kali sampai Anda merasa cukup.

Berturut-turut sampaikanlah permintaan-permintaan berikut dengan cara
sebagaimana tersebut di atas, satu per satu:

Wajburnii (tutupi aib-aibku)
Warfa’nii (angkat derajatku)
Warzuqnii (beri aku rizki)
Wahdinii (beri aku petunjuk)
Wa’afinii (sehatkan aku)
Wa’fuani (maafkan aku).

Setelah selesai, diamlah sejenak lalu sampaikan rasa syukur kita.
S  T  O  P
Jangan melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas

Mudah-mudahan  Anda  dapat  merasakan  respon  dari  Allah  atas  permohonan  yang disampaikan di atas.   Jika tidak, bukan berarti Allah tidak menjawab doa kita, tetapi kita yang tidak dapat menangkap respon Nya.
***
Perjalanan Masih Panjang

ita telah sampai dipenghujung latihan kita. Apa yang baru kita pelajari hanyalah
sebuah gerbang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Latihan-latihan yang
baru kita lakukan hanyalah latihan bagaimana untuk bersikap ketika menghadap

Allah. Kita belum membahas masalah kemana kita menghadap diri kepada Allah? Dimanakah Allah? Yang manakah diri kita yang sejati? Dimanakah ruh kita?
Kekhusyu'an dalam shalat akan bertambah jika kita semakin mengenal Allah dan beriman kepada-Nya. Khusyu' juga akan berkembang jika kita telah mengenal diri kita yang sejati. Suasana khusyu' akan berubah sesuai dengan tuntunan yang Allah berikan kepada kita. Ada saat dimana kita menangis ketika shalat. Di saat lain, kita bisa mendapatkan ketenangan atau kebahagiaan yang luar biasa. Ada saat dimana tubuh merinding atau bergetar. Jika itu terjadi, janganlah Anda takut. Ada pula masanya, dimana kita tidak merasakan apa-apa. Jika itu terjadi, jangan pula Anda bingung.
Perjalanan spiritual masih sangat panjang. Kita tidak boleh puas dan berhenti ketika sampai disatu titik saja, tetapi harus terus maju dan siap berubah. Janganlah mencari apa yang kita pernah  rasakan  sebelumnya,  karena  itu  akan  menghentikan  perjalanan  kita.  Juga  akan menyebabkan kita lupa dengan tujuan kita semula, yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Kita menjadi sibuk mencari rasa   atau sensasi.
Datanglah selalu kepada Allah dengan berserah diri dan tanpa persepsi. Terimalah apa yang Allah  berikan  kepada  kita.  Jika  diberi  rasa  khusyu'  terimalah.  Jika  diberi  rasa  tenang, syukurilah. Jika merasa tidak diberi rasa apa-apa, pertajam pengamatan Anda, karena bisa jadi itu adalah sebuah pengajaran baru dari Allah. Jangan sampai Anda lengah.
Untuk  pemahaman  yang  lebih  dalam  mengenai  masalah  ketuhanan,  Anda  dapat  membaca buku-buku tulisan ustadz Abu Sangkan, seperti “Berguru kepada Allah” dan “Spiritual Salah Kaprah” yang baru saja diterbitkan. Tulisan Beliau yang dimuat di www.dzikrullah.com juga sangat baik untuk membuka wawasan kita dalam hidup berketuhanan. Selain itu, buku sahabat saya, Yusdeka Putra, yang berjudul  “Membuka Ruang Spiritual” merupakan buku menarik yang patut Anda baca.
Jika ada pertanyaan, Anda dapat menghubungi salah satu nama yang ada di halaman belakang buku  ini.  Akan  lebih  baik  jika  Anda  dapat  datang  mengunjungi  salah  satu  halaqah  shalat khusyu'  yang  tersebar  di  seluruh  Indonesia.  Dengan  mengikuti  halaqah,  Anda  dapat mendiskusikan permasalahan spiritual dan juga memiliki banyak teman-teman seperjalanan dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
Referensi
Al Qur'an Digital versi. 2.1. http://www.alquran-digital.com
Hadits Web. Kumpulan Referensi & Belajar Hadits. http://opi.110mb.com/ Artikel-artikel pada www.dzikrullah.com
Artikel-artikel Ustadz Menjawab pada www.eramuslim.com.
Pelatihan Shalat Khusyu’. Shalat sebagai meditasi tertinggi dalam Islam. Abu Sangkan. Penerbit
                Baitul Ihsan. Cetakan pertama tahun 2004.
Berguru kepada Allah. Abu Sangkan. Yayasan Bukit Thursina. Cetakan I tahun 2002.
Fikih  Shalat.  Kajian  berbagai  Mazhab.  Dr.  Wahbah  al  Zuhaily.  Terjemahan  Prof.  Drs.  KH.
                Masdar Helmy. Penerbit Pustaka Media Utama. Cetakan pertama tahun 2004.
Khusyuk Bukan Mimpi. Syaikh Mu'min Al Haddad. Terjemahan Ahmad Syakirin, MA. Penerbit
                Aqwan, Cetakan III tahun 2008.
Fiqih Niat. Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar. Terjemahan Faisal Saleh, LC. Gema Insani. Cetakan
                I tahun 2006.
Bulughul  Maram.  Al  Hafidh  Ibnu  Hajar  Al  Asqalani.  Terjemahan  H.  Mahrus  Ali.  Penerbit
                Mutiara Ilmu.
***
Penutup

Jika Anda merasakan tulisan ini bermanfaat, mohon keikhlasannya untuk ikut serta dalam menyebarkan shalat khusyu’. Anda dapat melakukannya dari hal yang mudah hingga yang lebih sulit, seperti:

*  Mengirimkan e-book ini ke orang-orang yang Anda kenal
*   Mencetak dan membagikan e-book ini kepada orang disekitar Anda
*   Menceritakan pengalaman shalat khusyu' Anda ke orang-orang terdekat    Menyalurkan infaq/sadaqah/zakat kepada Shalat Center
*   Membuka halaqah shalat khusyu' di rumah
Mudah-mudah dengan peran serta Anda, shalat khusyu' dapat cepat tersebar dengan gratis
atau  murah  sehingga  semakin  banyak  umat  Islam  yang  terhindar  dari  perbuatan  keji  dan
mungkar.

Sekretariat Shalat Center
Jl. Kemangsari IV/5, Jatibening, Bekasi
Telp. (021) 84978836
Email :   sekretariat@shalatcenter.com
Web :   http://www.shalatcenter.com
                http://www.dzikrullah.com
Milis       :   http://groups.yahoo.com/group/dzikrullah
Foto kegiatan :
http://patrapnet.fotopic.net
http://dzikrullah.multiply.com
Rekening bank :
Yayasan Patrap Indonesia
BCA Cabang Jakarta - Wolter Mongisidi Rek.No. 5240306338

Halaqah & Informasi Shalat Khusyu'

JAKARTA                          BANTEN
Thamrin                           Masjid BI                 021-3818457                     Cilegon                   Yusdeka Putra   0254-384351
Lap. Banteng                  Basuki Rachmat    0811-998048                     Cilegon                   Gunawan Setyadi            0813-11271770
Kebayoran                      Cerri Wibisono      0856-7860546                   JABAR
Pancoran                         Handoko                  0815-9588288                   Bandung                Yus Ansari           0811-230320
Klender                            Medy Bactiar         0811-1487407                   Bandung                M Eppy Sjaepoeddin      0816-617977
Pademangan                 Maulana Yan Kasiran                                        0812-8304046       Bandung              HM Daryono R   0815-622065
Kebon Nanas                 Agus Winarto         0811-827488                     Bandung                Sulkan Abdul Latip           0817-352984
Harmoni                           Sunarwa                  0816-1894403                   Subang                   Dudung Abdullah             0813-21662355
Kemang Pratama    Fiva                                 0811-138323                     Cianjur                    Atang Tachyat   0817-9160491
Rawa Lumbu                  Asikin                        0852-15531546                Sukabumi              Erwan Abadhi    0811-834050
Jatibening                       Herman Zein          0811-899176                     Sukabumi              Gunara 0811-207119
Jatiwaringin                    Imam Subagyo      0812-8052469                   Tasikmalaya          Iim Abdul Hakim               0815-73666800
Cibitung                           Yudi Eryanto           0856-1506414                   Sumedang            Hidayat 0812-2476609
Bogor                                Abdul Manaf          021-93063875                   Karawang              Rodi       0856-1771818
Bogor                                Tatang Supriatna  0818-07056928                Karawang              H.Suyono            0815-10087747
Cimanggis                        Wiwoho Setyobudi                                           021-68927791       Karawang            Syafrizal               0881-15805974
Tangerang                       Edi                              0813-86697927                Cirebon                  H. Sugiarto          0812-2202405
Ciputat                             Eko Sasmito            0812-8324840                   Cirebon                  Zulhendra           0817-9080522
Cirendeu                         Hantonny                0815-46089027                Cirebon                  Daben Sudiyana               0812-8083179
Depok                               Choirul   Z.               0813-28809768                JATENG
SUMUT                            Semarang                Endang Rosyad               0813-25260088
Medan                             Hapson Siregar      0812-63068555                Semarang              Indrawati Heru  0813-25771114
Medan                             Yogaswara              0812-6560070                   Semarang              M.Syafii Nugroho             0813-26154411
Medan                             H.Anwar A.A          0812-6359750                   Semarang              Yusuf Ansori       0856-40741888
Medan                             Basirus Syawal       0812-6463994                   Pekalongan          Supana 0812-7047940
Kisaran                             Habidin Selian        0812-69629352                Solo                         Setyo Purwanto               0815-67722299
RIAU                                  Solo                           M Sulchan H                     0817-263123
Pekanbaru                      Emil Zola                  0813-71294744                Temanggung        HM   Chozin        0858-78445748
Pekanbaru                      Indro Setiadji         0813-19900951                Temanggung        Nur Maksum      0888-2758302
SUMBAR                          Temanggung          Murwadi                            0815-78019689
Padang                             Budi Rudianto        0812-6753893                   Magelang              Cicik       0813-34309690
Padang                             Widodo                    0812-666222                     DIY
Bukit Tinggi                     Dian Ferri Surasa  0812-6695402                   Yogyakarta            Banowo Setyo S.              0812-2968434
KEPRI                                Yogyakarta              Sri Safrudi Lestari           0812-2603963
Batam                               Edi Susmanto         0813-64800147                Yogyakarta            Zaini       0819-04272800
Batam                               Akhruddin               0819-2667788                   Yogyakarta            Dwi Wiyono        0813-92804083
Batam                               Antoni Trio Putra  0812-6121295                   Yogyakarta            M Awal Satrio    0274-372456
Batam                               Isra Wandri             0812-7011125                   Yogyakarta            Edie Wicaksono                0815-7999393
JAMBI                               Yogyakarta              I.N Mufti Abu Yazid       0812-2712333
Jambi                                Hikam                       0819-13112505                Sleman                   M.Asirus Salam 0818-436801
SUMSEL                           Bantul                       Suyatin                               082-82927168
Palembang,                    H. M. Lubis,            0711-354113
LAMPUNG
Lampung                         Budi Kuspriyanto  0812-7240924
Lampung                         Aris S                         0812-7240924
Lampung                         M Farid                     0811-7200078
Lampung                         Nugroho Fuad Rifai                                           0811-725840
JATIM   KALIMANTAN
Surabaya             Zamharir Basuni            0812-3529814               Banjarmasin                 Moh. Rudiansyah             0817-0414307
Surabaya             Riko (Iman Irikora)       0811-333314                 Samarinda                     Usman  0813-47087165
Surabaya             Haswan Sani                   0812-3033925               Pontianak                      Arif Hasbillah      0812-5661787
Surabaya             Abdul Azis                       0813-30303229            Pontianak                      Abu Nashir Anwar           0811-560607
Surabaya             Heruwati                         0812-3226877               SULAWESI
Sidoarjo               Sukanan                           0813-30773247            Makasar                         Imran Yusuf        0811-444469
Tuban                   Drs.H.Suwarto               0356-323754                 Makasar                         Syamsul Rijal      0815-24000289
Gresik                   Ahmad Bisri                    031-70824444               Gorontalo                     Muh. Isman Jusuf            0813-28779109
Jember                 A. Wahyudi                     0331-7772067               NTB
Jombang              Suparmin                         0864-8086099               Mataram                       Kusmayadi          0812-3766730
Jombang              Hikam                               0819-13112505            Ampenan                      Eko Susanto       08113941065
Kediri                    Endang                             0813-3218444               SINGAPORE
Banyuwangi       H, Moh. Syawal             0813-36149999            Singapore                      Jasmani bin Buang           65-91375935
Banyuwangi       Jumingan                         085236808021              Singapore                      Rahim Roziz        65-93877668
Blitar                      Hadi Susanto                  0815-53328082            Singapore                      Abdul Latief        65-91257835
Malang                 Wildiana                           0812-3327285
Mojokerto          Wahyu Nur Hidayat     08814304023
Mojokerto          Wahyudi                          08814304030
Mojokerto          Eno Hartanto                 08814300223
Malang                 Agus Hendro                  0811-349216
Malang                 Sukamto                          0812-3572829
Nganjuk               Yanti                                  0813-35703467
Pasuruan             Yahman                            0852-34928491

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Copyright © 2009 Gemely All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.