0
SHALAT KHUSYU
Posted by Neo
on
22.16
Prakata
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Berangkat dari keinginan untuk sebanyak mungkin mencegah
perbuatan keji dan mungkar,
saya pun ikut aktif membantu guru saya, ustadz Abu Sangkan,
dalam menyebarkan shalat
khusyu’. Lebih lanjut, saya memberanikan diri untuk membuka
pintu rumah bagi orang-orang
yang datang untuk mempelajari shalat khusyu’. Saya sendiri
sebetulnya tidak memiliki ilmu
agama yang memadai. Belum pernah mengikuti pesantren,
pengetahuan agama saya peroleh
dari membaca dan mengikuti beberapa kegiatan pengajian. Saya
juga bukan orang yang pandai
berbicara. Saya adalah orang yang sering tergagap-gagap dan
cepat kehabisan bahan jika harus
berbicara
sendiri. Untunglah, orang-orang
yang datang ke
rumah umumnya adalah
para
“pencari” sehingga berbagi pengalaman spiritual dengan
mereka menjadi pembicaraan yang
mengasyikan.
Pelahan tapi pasti,
melalui tahap trial
and error yang
cukup panjang, akhirnya
saya mulai menemukan format
pelatihan shalat khusyu’
yang ringkas untuk
diterapkan di rumah. Kegiatan halaqah
akhirnya terselenggara secara
rutin setiap Jum'at
malam di rumah
pun. Pelatihan tersebut merupakan kompilasi atas pemahaman saya dari
pelajaran shalat khusyu’, makrifat
dan hakekat yang
telah saya terima
dari ustadz Abu
Sangkan. Keterbatasan
kemampuan bicara, ilmu
agama dan waktu,
membuat saya harus
memilih dan meracik pelajaran-pelajaran tersebut
agar sesuai dengan
kemampuan yang saya
dalam menyampaikannya ke orang lain.
Dalam pertemuan pertama, biasanya saya hanya mengajarkan
bagaimana kita bersikap ketika datang menghadap Allah. Saya hanya menggunakan
dalil yang sudah diketahui bersama, yaitu rukun shalat. Ayat Al-Qur’an, hadits
dan ketentuan fikih lainnya yang saya sampaikan, bisa dikatakan hampir
semua orang sudah
pernah mendengarnya. Saya
hanya mengajak orang untuk memahaminya dari sisi yang
berbeda lalu mencoba mempraktekkannya bersama dan merasakan perbedaan hasilnya.
Karena itu, saya memberikan porsi yang cukup besar kepada latihan-latihan. Agar
dengan penjelasan yang sedikit, orang sudah dapat memahami apa yang saya maksudkan
tanpa perlu menjelaskannya secara panjang lebar.
Alhamdulillah dengan cara-cara tersebut, dalam pertemuan
pertama yang memakan waktu sekitar
1,5 - 2 jam, umumnya orang telah mulai memahami
dasar-dasar shalat khusyu' dan merasakan
nikmatnya shalat berjamaah
yang dilakukan setelah
latihan. Selanjutnya shalat mereka mulai berubah. Shalat khusyu'
mulai dapat dilakukan sendiri meskipun mungkin belum stabil dan durasinya
pendek.
Dalam kesempatan ini,
saya mencoba menuliskan
materi pelatihan shalat
khusyu’ yang biasanya saya
sampaikan tersebut, termasuk latihan-latihan yang perlu dilakukan.
Membaca tulisan tentu
berbeda dengan mengikuti
pelatihan secara langsung.
Dalam pertemuan langsung, saya
bisa melihat langsung
respon peserta dan
memberikan koreksi apabila ada
kesalahan dalam praktek. Dan yang lebih penting, memberikan motivasi untuk
mencapai ketundukan hati
jiwa yang diperlukan
dalam shalat khusyu’.
Karena itu, self motivation dalam
bentuk keinginan yang
kuat untuk mendekatkan
diri kepada Allah
dan kesungguhan dalam melakukan latihan-latihan yang ada dalam buku ini
sangat penting untuk dapat memahami apa yang saya sampaikan. Mudah-mudahan apa
yang saya sampaikan dapat mudah diikuti dan bermanfaat kita semua.
Jika ada komentar atau kesalahan dalam terhadap tulisan ini,
mohon dapat menyampaikannya melalui email : mardibros@gmail.com. Mungkin tidak
semua email sempat saya balas, harap maklum.
Anda juga dapat
mengikuti diskusi shalat
khusyu' di milis
Dzikrullah dengan mendaftar di
http://groups.yahoo.com/group/dzikrullah
atau melalui www.dzikrullah.com. Dapat pula bertanya dan mengikuti tuntunan langsung
dengan mendatangi halaqah-halaqah shalat khusyu’ yang sebagian alamatnya ada di
bagian belakang buku ini.
Selamat membaca.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
mardibros
Shalat Khusyu' Itu Mudah
uatu siang, Hj. Aliyah (almarhumah) datang ke rumah untuk
mengajar mengaji bagi
istri saya dan beberapa temannya. Kebetulan hari itu saya
sedang ijin kantor untuk
masuk siang karena ada suatu keperluan. Kebetulan pula,
Beliau sudah beberapa kali
ingin bertemu saya
untuk menanyakan masalah shalat khusyu' yang setiap bulan diajarkan
ustadz Abu Sangkan
di Islamic Center
Bekasi, ketika itu.
Karena Beliau adalah
seorang
ustadzah yang sudah banyak mengerti hakikat dan aturan
shalat, maka tidak banyak hal lagi
yang saya sampaikan.
Saya hanya meneruskan
apa yang saya
ingat dari apa
yang pernah
disampaikan ustadz Abu Sangkan, terutama bagaimana kita
bersikap dan berdialog dengan
Allah ketika kita
shalat. Tidak lama,
hanya sekitar 15 menit,
tapi terasa Beliau
langsung
"nyambung"
dengan yang saya
sampaikan. Setelah itu,
saya ajak Beliau
shalat Dhuhur
berjamaah. Dalam shalat itu, sengaja saya panjangkan setiap
gerakan shalat, terutama rukuk
dan sujud. Tak lama setelah selesai shalat dan berdzikir
sejenak, dengan badan agak gemetar,
Beliau berkata: "Kok cepat betul shalatnya?". Saya
hanya tersenyum sambil melihat ke jam
dinding dan mengatakan: "Maaf saya tidak bisa lebih
lama lagi karena harus segera ke kantor,
tapi tadi kita sholat selama hampir 20 menit". "Ah … yang betul?", kata Beliau tak percaya.
“Bagaimana rasanya Bu?”, tanya saya. “Kalau nggak karena
malu, saya sudah nangis sekarang”,
jawabnya.
Pada waktu lainnya,
ketika bertugas ke
Semarang, saya sempatkan
mampir ke rumah
mendiang nenek saya. Ketika azan Magrib berkumandang, saya
pun pergi ke mesjid As-Salam
yang ada di seberang rumah. Oleh imam mesjid tersebut, saya
diminta untuk menjadi imam
sholat. Mungkin ingin
menghormati kedatangan saya
di sana. Sebetulnya
saya agak segan
menerimanya. Selain bacaan Al Qur’an saya kurang fasih,
aksennya terlalu “Indonesia”, juga
karena saya khawatir tempo sholat saya yang agak lama akan
membuat jamaah menjadi tidak
nyaman. Apalagi ditambah dengan suasana desa yang sejuk dan
tenang. Karena itu sebelum
shalat dimulai, saya memberikan sedikit pengantar yang
kira-kira kalimatnya seperti dibawah
ini.
"Maaf, saya kalau shalat agak lama. Bukan bacaannya
yang panjang, hanya sekedar ingin
mempraktekkan thuma’maninah. Ketika rukuk, saya tidak
buru-buru membaca, tapi saya
tundukkan dulu pikiran saya, hati saya dan jiwa saya.
Setelah semua terasa tunduk, baru
saya memuji Allah -
subhaana rabbial azimi wa bihamdihi. Demikian pula ketika sujud.
Saya sujudkan pikiran,
hati dan jiwa
saya. Setelah semua
terasa bersujud, merendah
kepada Allah, baru saya tinggikan Allah - subhaana rabial
a'la wa bihamdihi. Ketika duduk
diantara dua sujud, saya sampaikan permohonan saya kepada
Allah dengan rendah hati
dan satu per satu".
Lalu saya pun memimpin shalat dengan tenang. Setelah selesai
shalat dan berdzikir sejenak, saya melihat beberapa orang di shaf depan masih
tetap tertunduk dalam, tak mampu segera bangkit untuk mengubah posisi duduk
tahiyyad akhirnya.
Kedua peristiwa tersebut semakin meyakinkan saya bahwa
khusyu’ adalah bukan sesuatu yang mustahil bagi kita manusia awam, bahkan suatu
yang mudah diperoleh.
Kegagalan meraih khusyu’
Selama ini, kita
selalu berpendapat bahwa
khusyu’ itu sangat
sulit dicapai. Ketika
shalat, pikiran sering pergi kemana-mana. Karena itu, lalu muncullah
cara mengatasinya yaitu dengan konsentrasi. Konsentrasi pikiran seolah-olah
telah menjadi kunci mencapai khusyu’. Maka tidak mengherankan jika pelajaran
shalat khusyu' pada umumnya ditujukan untuk membantu mengarahkan konsentrasi
pikiran, seperti misalnya
melihat titik di
tempat sujud, menerjemahkan
bacaan, menghadirkan Allah, dan lain-lain.
Cara-cara tersebut terlihat meyakinkan, tetapi kenyataannya
tidak memberi terlalu banyak manfaat. Melihat tempat sujud membantu agar
pandangan kita tidak melirik kekiri dan kanan, tetapi tidak mampu menahan
pikiran kita yang suka melompat ke kiri dan kanan. Jika khusyu’ dapat diperoleh
dengan mengerti arti
bacaannya, ketika saya
pergi ke Mekkah,
ternyata orang-orang Arab pun terlihat tidak lebih khusyu’ daripada
kita. Ada yang matanya melirik ke kiri-kanan, ada yang sibuk merapihkan tutup
kepalanya, dan lain-lain. Padahal mereka tentu mengerti arti bacaannya. Mencoba
“menghadirkan” Allah, malah menambah kebingungan kita sendiri. Di dalam Al
Qur’an dinyatakan, bahwa Allah tidak bisa diserupakan apapun juga (QS Asy
Syuura [42] : 11). Jadi apapun yang kita bayangkan mengenai wujud Allah, maka
itu pasti salah. Anehnya, cara-cara
tersebut, meskipun terbukti
gagal sebagai metoda
mencapai khusyu', tetapi terus-menerus diajarkan oleh orang tua ke
anaknya, oleh guru ke muridnya, demikian dari generasi ke generasi. Agak konyol
memang.
Ketika usaha khusyu’ melalui konsentrasi gagal, maka
muncullah persyaratan-persyaratan lain. Ada
yang mengatakan, bahwa untuk
khusyu’ kita harus suci, bersih dari perbuatan dosa. Persyaratan ini sempat
pula membuat saya pesimis, karena ternyata banyak ustadz-ustadz yang saya kenal
secara pribadi sebagai orang yang shaleh, bisa berbahasa Arab, tinggi ilmu
agamanya, ternyata mengalami masalah pula dengan shalat khusyu’. Kalau mereka
saja yang tinggi ilmu agamanya, banyak berdzikir dan menjaga perbuatannya saja
sering tidak khusyu’, bagaimana dengan saya?
Mendadak khusyu'
Mungkin telah banyak usaha dan cara untuk khusyu’ telah kita
lakukan tetapi tetap saja tidak
berhasil. Anehnya, tiba-tiba kita bisa mendadak khusyu'.
Ketika kita tertimpa musibah yang
hebat, tiba-tiba saja kita bisa shalat dengan khusyu' lalu
berdoa sambil mengucurkan air mata.
Padahal ketika itu, kita justru lupa dengan segala macam
teori mengenai shalat khusyu'. Kita
shalat tanpa berkonsentrasi, kita juga lupa memperhatikan
titik ditempat sujud, tapi hati dan
pikiran kita tidak pernah lepas mengarah ke Allah. Kita
tetap belum sepenuhnya memahami
arti bacaan dalam bahasa Arab, tapi kita merasa bisa
berdialog dengan Allah. Kita lupa untuk
“menghadirkan” Allah, tapi malah terasa Allah begitu dekat.
Ketika itu, dosa kita tidak lebih
sedikit dari sebelumnya,
malah mungkin kita
baru saja melakukan
perbuatan dosa besar
sehingga kita sangat menyesal, tapi terasa Allah menyambut
shalat dan doa kita. Saat ketika
kita tidak menggunakan ilmu khusyu’, saat itu justru kita
bisa shalat dengan khusyu'. Keadaan
ini bisa terjadi kepada siapa saja, dari mahzab dan aliran
apa saja, kepada ulama atau orang
yang awam ilmu agamanya, cendikiawan atau orang yang kurang
berpendidikan, orang kaya
atau orang miskin, bahkan kadang kepada orang yang jarang
shalat sekali pun.
Apa gerangan yang membuat itu bisa terjadi?
Salah satunya adalah
sikap dalam menghadap
kepada Allah. Ketika
kita tertimpa
musibah, maka kita
datang kepada Allah
dengan merendahkan diri,
sungguh-sungguh
mengharapkan
pertolongan Allah. Kita
menjadi tersadar, hanya
Allah-lah yang dapat
mengatasi masalah kita dan mengabulkan doa kita. Sebaliknya
ketika kita sedang jaya, tidak
kekurangan suatu apapun, sikap itu sudah tidak ada lagi.
Biasanya kita shalat dan doa hanya
sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja. Seolah-olah
Allah-lah yang membutuhkan shalat
dan doa kita.
Musibah diturunkan tidak lain agar kita selalu datang dengan
merendahkan diri kepada Allah. Sikap yang akan membuat kita khusyu'. Sayang
kita selalu lalai terhadap pelajaran yang Allah berikan kepada kita itu,
meskipun Allah telah memberikannya berkali-kali.
Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada
Tuhannya dengan kembali
kepada-Nya; kemudian apabila
Tuhan memberikan
nikmat-Nya
kepadanya lupalah dia
akan kemudharatan yang
pernah dia berdoa
(kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu."
(QS Az Zumar [39] : 8).
Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus (rasul-rasul) kepada
umat-umat yang
sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan)
kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan
tunduk merendahkan diri. (QS Al An'aam [6] : 42).
Dan tidaklah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali
atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula)
mengambil pelajaran? (QS At Taubah [9] : 126).
Peka dan tanggap lingkungan
Banyak orang mendefinisikan khusyu’
dengan menggunakan acuan
peristiwa Syaidinna Ali ketika
kakinya terkena anak
panah. Ketika anak
panah tersebut akan
dicabut Beliau mengerang, tak
kuat menahan sakit sehingga para sahabat tak tega mencabutnya. Lalu Beliau
shalat dengan khusyu’. Dan ketika shalat itu, anak panah dapat dicabut tanpa
Syaidinna Ali merasakan kesakitan.
Peristiwa tersebut sangat popular dan memberikan kesan yang
kuat bahwa salah satu tanda
shalat yang khusyu’ adalah seseorang tidak lagi merasakan
sakitnya luka. Seolah-olah ketika
shalat dengan khusyu’, kita bisa lepas dari alam dunia.
Tidak merasakan apa-apa dan tidak
memikirkan
apa-apa lagi. Kesan
ini diperkuat lagi
oleh cerita tentang
satria yang sedang
bersemedi didalam kisah perwayangan. Diganggu jin dan
gendruwo tidak gentar, dikelilingi
binatang buas diam saja, dirayu bidadari cantik tidak
tergoda. Tahan tidak makan dan minum
berhari-hari lamanya. Apakah shalat khusyu’ harus seperti
itu? Siapa orang yang paling khusyu'
shalatnya di dunia ini? Pasti kita sepakat, bahwa Nabi
Muhammad SAW adalah orang yang
paling khusyu' shalatnya. Marilah kita melihat bagaimana
Rasulullah melakukan shalatnya.
*
Ketika Nabi sedang memimpin shalat, tiba-tiba terdengar tangis anak
kecil. Beliau pun
mempercepat
shalatnya, takut terjadi sesuatu dengan anak itu.
*
Ketika sedang shalat,
Nabi melihat ada
binatang berbisa mendekat.
Beliau pun
menghentikan
shalat untuk membunuh binatang tersebut, lalu meneruskan kembali
shalatnya.
*
Pada suatu saat, setelah selesai shalat berjamaah, Nabi tidak berdzikir
sebagaimana
biasanya,
tetapi segera bergegas pulang. Ketika telah kembali ke masjid, Beliau ditanya
oleh
sahabatnya mengenai ketergesaan itu. Beliau mengatakan, bahwa ketika shalat
Beliau
ingat ada sedekah yang belum dibagikan. Karena itu, Beliau segera pulang agar
dapat
membagi sedekah tersebut secepatnya.
*
Ketika sedang berperang,
Nabi mengajarkan shalat
khauf. Shalat berjamaah
yang
dilakukan
dengan cara yang unik karena harus tetap dalam kondisi siaga terhadap
serangan
musuh.
Dari beberapa riwayat
tersebut, ternyata ketika
shalat, Nabi selalu
peka dan tanggap kepada lingkungannya. Beliau
tetap mendengar dan
melihat apa yang
terjadi di sekelilingnya.
Lintasan-lintasan pikiran pun tetap ada ketika Beliau shalat. Bahkan jika ada
masalah, Beliau mengajarkan kepada kita untuk shalat sunnat 2 rakaat. Artinya,
ketika shalat, Beliau bukan melupakan
suatu masalah, tetapi
malah sengaja membawa
masalah tersebut dalam shalatnya
untuk disampaikan kepada Allah agar diberikan jalan keluarnya. Apa yang Beliau
ajarkan sesuai dengan apa yang diperintahkan di dalam Al Qur'an :
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al
Baqarah [2] : 153)
Khusyu’ menurut Al Qur'an
Kita sering mengasosiakan
khusyu' dengan kontemplasi,
semedi atau meditasi
yang biasa dilakukan dalam
praktek ritual agama lain. Kita menjadi lupa untuk menggali bagaimana Al Qur'an
menjelaskan mengenai khusyu' itu.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya,
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS Al Baqarah [2] 45-46).
Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan khusyu' bukanlah
konsentrasi, tetapi keyakinan sedang menghadap Allah.
Keyakinan sangat mempengaruhi sikap seseorang. Orang yang
yakin di pohon kamboja ada
hantunya, maka dia akan ketakutan jika malam-malam lewat di bawahnya.
Sebaliknya, jika
orang tersebut berkeyakinan pohon kamboja adalah pohon yang
indah, maka orang tersebut
justru menemukan kesenangan
di bawahnya. Dia
akan memungut bunga-bunga
yang
berguguran untuk diselipkan
ditelinga, dibuat rangkaian
bunga atau diletakkan
mengapung
diatas kolam air.
Sebetulnya, kata yang sering diterjemahkan sebagai “yakin”
pada ayat di atas bukanlah berasal
kata “yaqin”
tetapi dari berasal
kata “zon” - yazunnuuna. Zon
sebetulnya lebih sering
diterjemahkan sebagai
“sangkaan” sebagaimana halnya kata
“husnuzon” dan su’uzon”. Ada
pula mengartikan sebagai “menduga dengan
kuat”. Yang pasti,
tingkat keyakinan atau
kepastian akan terjadinya sesuatu yang menggunakan kata
“zon” berada dibawah kata “yaqin”. Jika kata “yaqin” bisa dikatakan 90%-100%
sesuatu itu akan terjadi, maka kata “zon” tingkat kepastiannya mungkin hanya
sekitar 70%-90% 1.
Dalam tata bahasa Arab, berdasarkan waktu berlangsungnya
suatu kegiatan, kata kerja terdiri
dari 2 bentuk, yaitu
fi'il maadhi dan fi'il mudhaari'. Fiil maadhi merupakan kata kerja bentuk
lampau (past) sedang fiil mudhaari’ adalah kata kerja untuk
kegiatan yang sedang berlangsung
saat ini (present continuous), masa depan (future) dan juga
untuk kegiatan yang berulang-ulang.
Kata kerja yang
ada pada surat
Al Baqarah ayat
46, yaitu "yazunnuu" menggunakan
fi'il
mudhaari'.
Kata “menemui” (mulaaquu)
dan “kembali” (raaji’uun) adalah
kata pelaku dari
kegiatan
tersebut (isim
fa’il), sama dengan kata “orang-orang
yang khusyu’ “ (khaasyi’uun). Kata ini
tidak menunjukkan kapan waktu kegiatan tersebut dilakukan.
Bisa lampau, sekarang ataupun
yang akan datang.
Kebanyakan terjemahan Al
Qur'an dalam bahasa
Indonesia, memilih
menterjemahkannya
“khaasyi’uun” (orang yang
khusyu’) tanpa menggunakan
kata “akan”,
1 Bahan Pengajian Ar-Rahman pimpinan ustad Bahtiar
Nasir kelas Basic 2.
sedang kata “muulaquu” (orang yang menemui) dan “raaji’uun”
(orang yang kembali) dengan tambahan kata "akan" (masa yang akan
datang). Salah satu pertimbangannya "menemui Tuhan" dan "kembali
kepada-Nya" hanya mungkin terjadi "nanti" di akherat. Jika
demikian, lalu ketika shalat kepada siapa dia menghadap?.
Dalam beberapa hadits, tampak bahwa Nabi menjaga sikapnya
ketika sedang shalat. Beliau
berpendapat
ketika shalat sesungguhnya
orang sedang berhadapan
dengan Allah, seperti
halnya ketika Beliau mi’raj. Karena itu, Beliau melarang
orang yang sedang shalat meludah ke
depan, memberi tanda batas tempat shalatnya (sutrah) dan
mencegah orang melewatinya.
Allah Ta'ala tetap
(senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan jika ia
mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR. Mashobih Assunnah)
Nabi juga telah mengajarkan caranya agar kita dapat
“menemui” dan “kembali” kepada Allah
sebagaimana yang dimaksudkan dalam Al Baqarah 46.
Petunjuknya dikemas ringkas dalam doa
iftitah yang dibaca setelah takbiratul ihram. Jadi ketika
kita baru memulai shalat, kita selalu
diingatkan Beliau tentang apa yang harus dilakukan di dalam
shalat agar kita menjadi orang
yang khusyu’.
Aku hadapkan wajahku kepada wajah Tuhan yang menciptakan
langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri
.
Sesungguhnya ibadahku, shalatku, hidup dan matiku hanyalah
untuk Allah Tuhan semesta alam ..
Kita hanya perlu memiliki sangkaan/keyakinan sehingga bisa
bersikap untuk menghadapkan diri kita kepada Allah dengan sadar dan rela
mengembalikan seluruh jiwa raga kita kepada Allah. Karena itu, menurut saya,
lebih tepat jika arti khusyu’ dalam Al Baqarah ayat 46 diatas diterjemahkan
sebagai :
Orang-orang yang
(bersikap) seolah-olah, mereka sedang menemui Tuhannya, dan seolah-olah
mereka sedang kembali (berserah diri) kepada-Nya.
Kata khusyu' sendiri disebutkan di dalam Al Qur'an pada 16
ayat 2. Makna bahasanya berkisar pada hina/menunduk, rendah/ tenang, ketakutan,
kering/mati, seperti:
1. Hina dan menunduk
"Banyak muka pada hari itu tunduk terhina". (QS.
Al Ghaasyiyaah [88]:2).
"Pandangannya tunduk". QS. (An-Naazi'aat [79]: 9).
2 Syaikh Mu'min Al Haddad, Khusyuk Bukan Mimpi.
Terjemahan Ahmad Syakirin, MA. Penerbit Aqwan, Cetakan III tahun 2008
"Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar
dari kuburan seakanakan mereka belalang yang beterbangan" QS. (Al Qamar
[54]: 7).
2. Rendah dan tenang
" . Dan merendahlah
semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar
kecuali bisikan saja". (QS. (Thaahaa [20]: 108).
3. Merendahkan dan menundukkan diri
"Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya
tunduk terpecah belah
disebabkan ketakutannya kepada
Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berfikir". (QS. Al Hasyr [59] : 21).
"(dalam
keadaan) pandangan mereka
tunduk ke bawah,
lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka
dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud,
dan mereka dalam keadaan sejahtera". (QS. Al Qalam [68] : 43).
4. Kering dan mati
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaaan-Nya (ialah) bahwa
engkau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air diatasnya,
niscaya ia bergerak dan subur". (QS. Fushshilat [41]: 39).
Berdasarkan
ayat-ayat tersebut diatas,
maka untuk mendapatkan
rasa khusyu’ kita
hanya
perlu bersikap seolah-olah ketika shalat kita sedang
berhadapan dengan Allah dan berserah
diri kepada Nya.
Sikap yang patut
kita lakukan ketika
menghadap Allah adalah
tenang,
menundukkan pandangan dan merendahkan diri
serendah-rendahnya. Sikap yang sepatutnya
dilakukan oleh seorang hamba yang hina dihadapan Tuhan
semesta alam, Tuhan Yang Maha
Agung. Seperti sikap
bumi yang kering
kerontang dimusim kemarau
mengharapkan
pertolongan dari Allah swt
dalam bentuk curahan hujan agar dapat kembali subur makmur.
Siapkan diri untuk khusyu'
Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda untuk memahami
teori dasar mengenai shalat
khusyu’ dan melatih sikap-sikap yang diperlukan ketika kita
shalat. Latihan-latihan yang ada di
dalam buku ini sangat penting untuk dilakukan. Rangkaian
kata dan kalimat pada tulisan tidak
akan mampu menjelaskan dengan baik apa yang saya rasakan.
Dengan melakukan latihan,
diharapkan Anda dapat merasakan suasana-suasana khusyu’ yang
diperoleh dari sikap-sikap
tersebut sehingga akan lebih memahami apa yang saya
utarakan. Seperti halnya jika kita
ingin
menjelaskan rasanya durian kepada orang Rusia yang belum
pernah makan buah durian sama
sekali. Peluang terjadinya
perbedaan persepsi sangat
besar karena keterbatasan
perbendaharaan
kata, perbedaan idiom
dan perbedaan pengetahuan.
Rasa buah durian
menjadi mudah dipahami dan tidak ada perbedaan persepsi,
jika kita meminta dia untuk ikut
memakannya. Karena itu, latihan harus dilakukan pada
tiap-tiap tahapan sebelum
Anda melanjutkan bacaannya.
Jangan dilewatkan begitu
saja. Latihan-latihan tersebut
dilakukan di luar
shalat. Setelah kita
paham bagaimana melakukannya,
maka kita tinggal
membawanya dalam shalat. Tidak ada dalil ataupun teori baru
yang melandasi latihan-latihan
tersebut. Saya yakin Anda pernah mendengarnya, hanya mungkin
jarang dipraktekkan dalam
shalat.
Tulisan ini akan
lebih berdaya guna
jika Anda dapat
menyelesaikan seluruh bacaan
dan latihannya dalam satu
kesempatan sekaligus. Karena
itu, lakukanlah persiapan
sebelum membaca halaman-halaman berikut ini. Luangkan waktu sekitar 2
jam, kenakan pakaian yang bersih dan carilah tempat yang tenang sehingga Anda
dapat melakukannya dengan baik. Sebaiknya
Anda berwudhu dulu,
sehingga setelah selesai
membaca, Anda dapat
langsung mencobanya dengan melakukan shalat sunnah.
Mudah-mudahan Allah berkenan menurunkan rasa khusyu' itu
kepada kita semua.
***
Babak I
Kesadaran Berketuhanan
ebelum kita membahas masalah shalat khusyu' lebih jauh, mari
kita mulai latihan kita
dengan berdzikir terlebih dahulu dengan menyebut nama Allah
sebagaimana latihan di bawah ini.
LATIHAN 1
Setelah melakukan
shalat, kita disunatkan untuk berdzikir:
subbahanalllah,
alhamdulillah dan Allahu akbar,
masing-masing 33 kali.
Sekarang lakukan dzikir,
tetapi dengan lafadz:
Allah, Allah, Allah,
sebanyak 33 kali.
Silahkan dimulai.
S T
O P
Jangan
melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.
Setelah selesai berdzikir sebagaimana Latihan 1, apa yang
Anda rasakan? Apakah ada rasa "seerrrr" di dada Anda?
Apakah Anda seperti mau menangis?
Apakah dada Anda terasa seperti bergetar?
Atau malah biasa saja rasanya? Tidak terasa apa-apa.
Simpan dulu jawaban Anda. Mari kita lanjutkan dulu
pembahasan kita.
3 golongan manusia
Pada setiap raka’at shalat, kita diwajibkan membaca surat Al
Fatihah. Sadar atau tidak sadar, setiap kali kita membacanya, maka pada 2 ayat
terakhir kita memohon kepada Allah:
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Seperti apa orang
yang diberi petunjuk, orang dimurkai Allah dan orang yang tersesat dapat
kita lihat pada
surat selanjutnya. Surat
Al Baqarah langsung
membuka dengan membagi manusia menjadi 3 golongan, yaitu :
*
Orang beriman (Al Baqarah : 2-5)
* Orang kafir (Al Baqarah : 6-7)
*
Orang munafik (Al Baqarah : 8-20)
Masing-masing dilengkapi dengan ciri-cirinya serta akibat
yang akan ditanggung oleh masingmasing golongan manusia tersebut3.
Kitab (Al Quran)
ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang
bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,
yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka. dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan
adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat
petunjuk dari Tuhan mereka,
dan merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Al Baqarah
[2]:2-5).
Orang beriman misalnya,
ciri-cirinya adalah percaya
kepada yang gaib,
mendirikan shalat,
menafkahkan sebagian rejekinya untuk bersedekah/zakat,
percaya kepada kitab-kitab suci dan
hari akhir. Mereka dinyatakan sebagai orang yang selalu
mendapat petunjuk dan beruntung.
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu
beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. Allah telah menguncimati
hati dan pendengaran
mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. Dan
bagi mereka siksa yang amat berat (QS. Al Baqarah [2]:6-7).
Orang kafir cirinya adalah tidak bisa lagi melihat
kebenaran. Diberi peringatan atau tidak sama saja karena Allah telah mengunci
mata, pendengaran dan hati mereka. Dan bagi mereka siksa yang berat.
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman
kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar
(QS. Al Baqarah [2]:8-9).
Orang munafik dikatakan sebagai orang yang mengaku dia
beriman, tapi sebetulnya tidak.
Akibatnya, orang munafik
ini lebih sulit
dikenali. Jika untuk
orang beriman hanya
perlu
3 Bahan
Pengajian Ar-Rahman pimpinan ustad Bahtiar Nasir kelas Basic 1
menggunakan 4 ayat
dan orang kafir hanya 2 ayat, maka untuk
orang munafik Al Qur’an memerlukan 13
ayat untuk menjelaskannya. Beberapa cirinya antara lain, mereka biasanya tidak
sadar atas keburukan sifatnya sendiri, bahkan merasa dirinya yang lebih benar
sehingga dapat menyesatkan orang lain. Mereka merasa lebih pintar dari orang
beriman. Mereka suka mengolok-olok
orang beriman. Akibat
perbuatannya itu, Allah
akan mengganjar mereka dengan siksa yang pedih.
Dari 20 ayat pertama di surat Al Baqarah, kita sudah dapat
menilai seseorang dan juga diri kita sendiri termasuk pada golongan mana.
Selanjutnya ciri dan penjelasan tambahan untuk masing-masing
golongan dapat ditemui pada bagian lain di Al Qur'an. Ciri-ciri yang dijabarkan
tersebut akan semakin menambah kejelasan bagi kita untuk menilai setinggi apa
keimanan kita saat ini dan sejauh mana kebenaran dari pelaksanaan peribadatan
yang telah kita lakukan.
Contoh, jika seseorang mengaku beriman tetapi jarang
melakukan shalat 5 waktu, termasuk
golongan manakah dia? Salah satu jawabannya, bisa kita lihat
di surat An Nisaa' [4] : 142 :
Sesungguhnya
orang-orang munafik itu
menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali
Jika kita malas shalat, shalat karena ingin dilihat orang
lain, atau lebih banyak memikirkan halhal selain Allah ketika shalat, maka
sadarilah, bahwa diri kita telah menunjukkan ciri-ciri orang munafik.
Waspadalah …. waspadalah ….. waspadalah.
Mengukur kadar keimanan
Sering kita merasa
sudah menjadi orang
yang beriman karena
sudah masuk Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat atau
mempercayai apa-apa yang dinyatakan dalam rukun iman. Padahal keimanan harus
dibuktikan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangannya.
Di dalam ayat-ayat Al Qur'an, banyak disebutkan perintah dan
larangan yang harus ditaati agar kita menjadi orang yang beriman, misal:
*
Harus berpuasa (Al Baqarah [2]: 183)
*
Harus banyak berdzikir. (Al Ahzab [33] : 41)
*
Harus menjadi saksi yang adil (Al Maa'idah [5] : 8)
*
Dilarang merendahkan orang (Al Hujuraat [49] : 11)
*
Dilarang menyakiti orang yang diberi sedekah (QS Al Baqarah [2] : 264)
Ayat-ayat tersebut, umumnya diawali dengan kata panggilan,
"Hai orang-orang yang beriman
…". Jika perintah dan larangan tersebut diabaikan, maka
bisa dikatakan kita tidak termasuk
orang yang beriman, karena kita bukan orang yang terpanggil
oleh ayat-ayat itu. Seberapa
tinggi tingkat keimanan kita, dapat diukur dengan seberapa
lapangnya hati kita mengikutinya.
Orang yang tinggi imannya akan melaksanakan perintah dan
larangan tersebut dengan senang
hati. Mereka yakin, perintah dan larangan tersebut pasti
sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri.
Selanjutnya, perintah dan larangan tersebut akan menjadi
sikap hidupnya sehari-hari. Orang
yang lebih rendah
imannya akan melaksanakan
ayat-ayat tersebut karena
takut dosa dan
neraka. Dia akan
melaksanakan ayat tersebut
meskipun terasa tersiksa
hidupnya. Sedang
orang yang rendah imannya akan menganalisa dan melakukan
banyak pertimbangan untung-
ruginya, sebelum melaksanakannya. Dia memilih ayat-ayat yang
menguntungkannya, seolah-
olah dia lebih pandai dari pada Allah dalam mengatur alam
semesta.
Selain itu, ada juga ayat-ayat bukan berupa perintah atau
larangan, tetapi banyak juga ayat-ayat yang menggambarkan suasana kejiwaan dan
sikap orang yang beriman. Ayat-ayat tersebut juga penting kedudukannya dalam Al
Qur’an, karena dengan bercermin kepada ayat tersebut, kita juga dapat
mengetahui sampai dimana kadar keimanan kita. Apakah diri kita memiliki ciri
seperti orang yang dijelaskan dalam
ayat-ayat tersebut., misal:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami
ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS Al Ahqaaf [46] : 13)
Salah satu ciri orang beriman adalah tidak pernah merasa
khawatir dan tidak pula berduka cita. Hidupnya selalu bahagia. Kebahagiaan itu
sudah dirasakan sejak hidup di dunia hingga nanti diakhirat. Mereka sangat
percaya kepada firman Allah yang tertulis di Al Qur'an. Mereka percaya, bahwa
Allah Maha Pengasih
dan Maha Penyayang,
tidak mungkin Allah
akan merugikan hamba-Nya. Mereka tidak pernah khawatir akan masa depan,
karena tahu bahwa Allah telah menjamin rejekinya sejak lahir sampai mati nanti.
Ketika masih menjadi bayi yang tidak mampu mengurus diri sendiri, Allah telah
mengirimkan kepada kita orang-orang yang menyayangi kita. Memberi makan,
memandikan, mengasuh, hingga kita mandiri. Lalu Allah memberikan kepandaian,
kekuatan dan rejeki terus menerus hingga menjadi dewasa seperti sekarang ini.
Setelah kita hidup dan menikmati rejeki dari Allah, kenapa kita masih saja
tidak percaya bahwa Allah Maha Pemberi Rejeki?
Ketika terjadi musibah, orang beriman tidak berduka yang
berkepanjangan. Mereka sabar dan
tenang menghadapinya. Mereka percaya, bahwa ini adalah
ketetapan yang terbaik dari Allah
SWT, karena Allah
Maha Tahu apa
yang terbaik untuk
hamba-Nya. Karena itu
mereka
menunggu dengan penuh harapan, kebaikan apa yang akan Allah
berikan setelah musibah ini
berlalu.
Dengan melihat ayat itu, maka jika kita selalu khawatir akan
apa akan terjadi atau terlalu sedih
dan menyesali terhadap sesuatu yang telah terjadi, hal itu
menandakan ada sesuatu yang salah
dalam keimanan kita. Kita belum sepenuhnya percaya, bahwa Allah
mampu mengatur alam semesta dengan sempurna.
Sekarang marilah kita melihat lagi salah satu ciri dari
orang yang beriman yang disebutkan dalam Al Qur’an :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (QS : Al Anfaal
[8]:2).
Berdasarkan ayat tersebut, salah satu ciri orang beriman
adalah jika disebut nama Allah maka hatinya akan bergetar. Apa yang Anda
rasakan ketika melakukan Latihan 1 tadi? Apakah hati Anda bergetar?
Mudah-mudahan Anda merasakannya.
Dari pengalaman saya mengajak
orang melakukan Latihan 1, sangat
sedikit sekali yang
merasakan
dadanya bergetar. Beberapa
merasakan "seeerrr", ingin
menangis atau merasa ketenangan. Sebagian besar tidak
merasakan apa-apa. Apakah mereka yang tidak merasa apaapa artinya tidak
beriman? Bagaimana dengan Anda?
Saya yakin, bahwa Anda yang membaca tulisan ini termasuk
orang yang beriman. Tapi kenapa tanda-tanda orang beriman tidak muncul ketika
kita menyebut nama Allah? Apakah hati kita telah sekeras batu? Atau kita
termasuk orang munafik?
Mari kita lihat dimana letak permasalahannya.
Dzikirlah sebanyak-banyaknya
Ketika tadi Anda berdzikir, manakah yang lebih diperhatikan
: hitungannya atau Allah-nya?.
Seringkali kita tidak sadar, ketika berdzikir, kita terlalu
memperhatikan jumlah hitungan yang harus dicapai. Seolah-olah jumlah hitungan
itu sangat penting sehingga kalau meleset, gugurlah pahala dzikir kita. Kita
menjadi lupa, bahwa tujuan berdzikir adalah untuk mengingat Allah bukan
menghitung bacaan.
Saya tidak menampik
banyak hadits yang
mengajarkan kita untuk
berdzikir dalam jumlah tertentu. Ada yang hanya 3 kali,
33 kali, 100 kali, atau bilangan
lainnya, tetapi Al Qur'an menganjurkan lebih dari itu :
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang
sebanyak-banyaknya. (QS : Al Ahzab [33] : 41).
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. (QS : An Nisaa' [4]:103)
Kesemuanya
mengajarkan dzikir tanpa
hitungan, sebanyak-banyaknya dan
setiap saat.
Salahkah
Rasulullah mengajarkan hitungan?
Tentu tidak. Seperti
halnya tidak bersalahnya
orang tua kita,
yang pada waktu
kita masih kecil, menyuruh kita
berpuasa setengah hari
lamanya. Semuanya semata-mata agar kita belajar dan segera
memulai perbuatan baik yang
diperintahkan Allah. Selanjutnya harus tahu dan berusaha
mencapai target sesungguhnya yang
Allah ajarkan.
Sang pencipta langit dan bumi bernama
Allah
Ketika Anda menyebut nama Allah, kemanakah pikiran Anda
menuju?
Nama adalah sebuah simbol dari pemiliknya. Ketika kita
menyebut kata “SBY” maka pikiran kita langsung mengarah kepada sosok gagah
berwibawa, yang jika berbicara tutur katanya tertata dengan baik, yang menjadi Presiden RI. Ketika kita
menyebut kata “ibu”, maka pikiran kita langsung mengarah kepada wanita yang
melahirkan kita, melindungi dan menyayangi kita. Wanita yang mengurus dan
mendidik kita ketika kita masih kecil. Tetapi ketika menyebut nama Allah, kita
menjadi bingung dalam membayangkan “sosok” Tuhan.
Ketika kita menyebut nama Allah, tidak perlu kita
membayangkan sosok Allah, karena kita tidak akan mampu melakukannya. Allah
tidak serupa dengan apapun juga, maka apapun yang kita bayangkan mengenai wujud
Allah pasti salah. Cukup sadari saja, bahwa yang kita panggil atau sebut
nama-Nya itu adalah nama Dzat pencipta langit dan bumi. Dialah Tuhan yang menciptakan
kita. Tuhan yang memberi kita hidup lalu memberi kita rejeki sepanjang hidup
kita. Tuhan yang sangat berkuasa, bahkan setelah kita mati sekalipun. Dialah
yang menetapkan siapa yang berhak masuk surga dan siapa yang dikirim ke neraka.
Saya ingin memberikan gambaran yang lebih jelas untuk
memperbandingkan siapa Allah dan siapa kita ini agar kesadaran kita menjadi
lebih terbuka.
Andaikan bumi ini sebesar buah jeruk, maka manusia tak lebih
besar dari debu-debu halus
atau sel kulit. Kita naikkan skala perbandingannya. Jika
matahari sebesar jeruk, maka bumi
kira-kira hanya sebesar butiran nasi. Manusia, mungkin tak
lebih besar dari molekul yang
membentuk kulit jeruk.
Kita naikkan lagi
skala perbandingannya. Jika
galaksi Bima Sakti
memiliki
diameter sebesar jeruk,
maka matahari hanyalah
sebesar debu. Bumi
mungkin
sebesar sel-sel kulit jeruk. Manusia hanyalah seperti
elektron-elektron. Kita naikkan lagi skala
perbandingannya lebih jauh lagi. Jika alam semesta ini yang
kita kenal sekarang ini sebesar
ruang keluarga Anda, maka galaksi hanya sebesar debu atau
pasir. Matahari hanyalah seperti
bakteri atau virus yang berterbangan di udara. Bumi mungkin
hanyalah sebesar atom oksigen.
Manusia?
Masihkah manusia bisa
disebut sebagai ada?
Kita tidak ada
apa-apanya di alam
semesta ini, sementara Allah Sang Pencipta lebih besar dari
alam semesta itu sendiri.
Seberapa besar manusia?
Sekarang setelah kita
sadar kekeliruan kita
dalam berdzikir dan
setelah sadar seberapa besarnya diri
kita dan betapa
besarnya Allah, marilah
kita ulangi lagi
apa yang telah
kita lakukan di latihan sebelumnya sebagaimana di bawah ini.
LATIHAN 2
Duduklah seperti duduk
diantara dua sujud (duduk iftirasy).
Kendorkan badan lalu
tundukkanlah hati Anda serendah-rendahnya.
Lalu amati nafas kita.
Amati saja tidak perlu diatur.
Amati bahwa nafas kita
bergerak sendiri tanpa kita perintah.
Mereka bergerak karena
digerakkan Dzat yang memberi kita hidup.
Sadari, bahwa yang akan
kita sebut nama Nya adalah nama Dzat yang memberi kita
hidup itu.
Nama Dzat yang
menciptakan langit dan bumi.
Nama Dzat Yang Maha
Besar, Dzat Yang Maha Agung
Sekarang panggilah nama
Dzat yang Maha Besar tanpa menghitung-hitung jumlahnya.
Panggilah dengan rendah
hati dan suara lembut:
Allah…
(diam dan rasakan
bagaimana Allah merespon panggilan Anda)
Allah…
(diam dan amati apa
yang Anda rasakan)
Allah … Allah … Allah …
(panggilan nama Nya
secara pelahan-lahan sampai Anda merasa cukup)
Silahkan dimulai.
S T
O P
Jangan
melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.
Sekarang apa yang Anda rasakan?
Mudah-mudahan Anda merasakan getaran atau
"sesuatu" di dalam dada sebagai salah satu tanda keimanan kepada
Allah. Mudah-mudahan Anda tidak termasuk sebagaimana orang yang disebutkan
dalam surat Al Hujuraat [49] : 14 dibawah ini.
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman
itu belum masuk ke dalam
hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia
tidak akan mengurangi
sedikitpun
pahala amalanmu; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun
lagi Maha
Penyayang".
Berbuat dengan penuh kesadaran
Bagi yang bisa merasakan perbedaannya, mari kita evaluasi
kenapa bisa terjadi perbedaan antara Latihan 1 dengan Latihan 2?
Pada Latihan 2 kita melakukannya dengan penuh kesadaran.
Kita sadar, siapa yang namanya kita sebut. Karena kita sadar, kita jadi
mengerti bagaimana kita harus bersikap dan mengamati apa yang sedang terjadi
terhadap apa yang kita lakukan. Kesadaran seperti itu biasa disebut sebagai
NIAT.
Niat menurut syara'
adalah keinginan untuk
melakukan sesuatu yang
diikuti dengan perbuatan4. Dari
definisi tersebut, dapat dikatakan niat ada sepanjang perbuatan tersebut
dilakukan. Niat dalam
shalat bukan sekedar
mengucapkan
"ushalii". Bahkan mengucapkan "ushalii" bukan
merupakan bagian dari shalat. Shalat menurut definisi syar'i adalah ibadah yang
terdiri dari rangkaian bacaan dan gerakan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam5. Sementara itu, mengucapkan "ushalii" terletak
sebelum takbir, artinya diluar kegiatan shalat. “Ushalii” hanya sekedar bacaan
yang membantu mengingatkan kita agar kita melakukan shalat dengan penuh niat,
dalam arti sungguh-sungguh menghadapkan diri ke Allah sesuai dengan tata cara yang
telah ditentukan.
Niat dalam shalat harus ada sepanjang shalat tersebut
dilakukan, sejak takbir sampai dengan salam. Jadi takbirlah dengan niat,
bacalah Al Fatihah dengan niat, rukuk-lah dengan niat, dan seterusnya sampai
dengan salam. Artinya ketika takbir kita sadar, bahwa ketika itu kita sedang
mengagungkan kebesaran Allah. Ketika membaca Al Fatihah, kita sadar, bahwa
ketika itu kita sedang memulai berkomunikasi dengan Allah. Ketika kita rukuk,
kita sadar, bahwa ketika itu kita
sedang menundukkan diri
di hadapan Allah
SWT. Demikian seterusnya
kita selalu melakukan gerakan
dan bacaan shalat
dengan penuh kesadaran
hingga kita mengucapkan salam untuk menebarkan
keselamatan ke sekeliling kita.
****
4 Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Niat, terjemahan
bahasa Indonesia oleh Faisal Saleh, LC. Gema Insani. Cetakan I tahun 2006.
Halaman 12.
5 Ibid
Babak II
Tunduk dalam Kepasrahan
asih ingatkah pelajaran rukun shalat yang pernah kita terima
ketika kita masih
duduk di bangku SD, SMP atau SMA?. Secara ringkas, rukun
shalat adalah sebagai berikut :
* Niat
*Takbir
* Berdiri
*
Membaca Al Fatihah
*
Rukuk
* Itidal
*
Sujud
*
Duduk diantara dua sujud
* Tahiyyad akhir
*
Salam
Beberapa mahzab ada
yang menambahkan rukun
shalat dengan thu'maninah,
tertib dan berurutan, serta sedikit
variasi di dalam detail masing-masing rukunnya.
Evaluasi pelaksanaan rukun shalat
Saya tidak akan membahas secara detail masalah rukun shalat
disini. Rasanya sudah sangat
sering dibahas dan
sangat banyak buku-buku
yang menulis tentangnya.
Saya hanya ingin
mengajak Anda untuk melihat kembali apakah rukun shalat
tersebut sudah dilakukan dengan
benar?
Pada bab sebelumnya kita sudah membahas masalah niat.
Sekarang mari kita lihat rukun yang lainnya lagi.
Coba kita perhatikan rukun shalat di atas. Bacaan apa saja
yang dimasukkan ke dalam rukun shalat? Jawabannya adalah Al Fatihah dan
tahiyyad akhir (shalawat). Dapat juga ditambahkan dengan takbir dan salam yang
juga harus diucapkan. Bacaan lainnya adalah sunnah. Jika dibaca menambah
pahala, jika ditinggalkan tidak membatalkan shalatnya.
Jika demikian, apakah yang wajib dilakukan ketika rukuk atau
sujud? Pertanyaan ini sederhana
saja sifatnya, tapi
selama ini banyak
yang tidak memperhatikannya sehingga
bingung
menjawabnya.
Jawabnya adalah gerakan
rukuk dan sujud
itu sendiri. Jika
kita tidak
membungkukkan dan menyujudkan badan maka shalat kita tidak
sah, kecuali jika kita sedang
uzur tentunya. Sedangkan
bacaan di dalamnya
adalah sunnah, tidak
dibaca tidak apa-apa. Shalat kita tetap sah.
Coba kita ingat kembali pelaksanaan shalat yang selama ini
telah kita lakukan. Manakah yang lebih kita perhatikan ketika kita melakukan
rukuk dan sujud? Bacaan atau gerakan? Banyak sekali orang mengira bahwa dia
memperhatikan kedua-duanya, tetapi coba kita ingat-ingat kembali : Pernahkah
kita memperhatikan apakah
gerakan rukuk dan
sujud kita telah sempurna? Apakah punggung kita telah
lurus sehingga jika diletakkan gelas berisi air tidak tumpah? Apakah kita telah
mengamalkan gerakan rukuk dan sujud sebagaimana dijelaskan dalam hadits di
bawah ini?
Abu Humaid As-Sa'idi r.a berkata, "Aku mengingat shalat
Rasulullah Saw lebih baik daripada
siapa pun diantara
kalian. Aku melihat
Nabi Saw mengangkat
kedua tangannya sejajar dengan bahunya dan mengucapkan takbir, dan
ketika rukuk Nabi Saw meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas dua lututnya
dan punggungnya membungkuk lurus, kemudian
setelah bangkit dari
rukuk Nabi Saw
berdiri tegak hingga semua tulang
punggungnya berada dalam posisi normal. Ketika sujud, Nabi Saw meletakkan
kedua (telapak) tangannya di atas tanah
dan menjauhkan lengan bagian bawahnya dari tanah dan tubuhnya, dan jari jemari
(kakinya) menghadap ke arah kiblat. Ketika duduk pada rakaat kedua, Nabi Saw
duduk diatas kaki kirinya dan menyangga kakinya sebelah kanan; dan pada rakaat
terakhir Nabi Saw menekan kakinya sebelah kiri kedepan dan menopang kakinya
sebelah kanan dan duduk diatas pinggulnya". (1:791 - Shahih Al Bukhari).
Bacaan bukan panglima
Sadar atau tidak sadar, bacaan bagi kebanyakan kita telah
menjadi panglima dalam shalat. Cepat-lambat atau panjang pendeknya bacaan telah
menentukan lamanya shalat. Perpindahan antara satu gerakan ke gerakan lain
dalam shalat ditentukan oleh selesainya bacaan, seolaholah bacaan menjadi
aba-aba dalam shalat. Begitu kita selesai membaca bacaan sujud 3x, maka segera
kita bergerak untuk duduk. Begitu selesai menyampaikan 8 permohonan disaat
duduk diantara 2 sujud, kita langsung bergerak untuk sujud kembali.
Kebiasaan ini mungkin dilakukan karena mencontoh dari apa
yang kita lihat ketika shalat
berjamaah. Dalam shalat berjamaah, setelah selesai membaca
Al Fatihah dan surat pendek, imam
shalat biasanya akan
mengucapkan takbir sebagai
tanda kita harus
rukuk. Kita lalu
mengambil kesimpulan, bahwa selesainya bacaan shalat menjadi
batas lamanya gerakan shalat
yang lainnya. Padahal
tolok ukurnya berbeda.
Ketika kita berdiri
membaca Al Fatihah,
bacaannya adalah wajib. Sedang ketika rukuk, itidal, sujud
dan duduk, bacaannya sunnah, yang
wajib adalah gerakannya.
Mungkin Anda bertanya-tanya, jika bukan bacaan lalu apa yang
menentukan lamanya gerakan rukuk, itidal, sujud dan duduk? Marilah kita lihat
apa yang diajarkan Nabi ketika memberikan pelatihan shalat secara singkat
kepada seseorang sebagaimana hadits dibawah ini.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah:
Rasulullah Saw masuk
ke dalam masjid
dan
seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat
kemudian menemui Nabi Saw
dan mengucapkan salam. Nabi Saw membalas salamnya dan
berkata, "Kembalilah
dan shalatlah karena kau belum shalat". Orang
mengerjakan shalat dengan cara
sebelumnya, kemudian menemui dan mengucapkan salam kepada
Nabi Saw. Beliau
pun kembali berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena
kau belum shalat". Hal itu
terjadi tiga kali.
Orang itu berkata,
"Demi Dia yang
mengutus engkau dengan
kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan cara
yang lebih baik selain
cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi Saw
bersabda, "Ketika kau berdiri
untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah (surah) dari Al
Quran kemudian rukuklah
hingga kau merasa
tenang (thuma'ninah). Kemudian
angkatlah kepalamu dan
berdiri lurus, lalu sujudlah hingga kau merasa tenang selama
sujudmu, kemudian
duduklah dengan tenang, dan kerjakanlah hal yang sama dalam
setiap shalatmu".
(1:724 - Shahih Al Bukhari).
Jika kita membaca hadits diatas, kita bisa duga, bahwa orang
itu sudah mengetahui bacaan dan
gerakan-gerakan shalat. Tapi mungkin pelaksanaan dilakukan
secara terburu-buru. Karena itu,
Nabi tidak lagi mengajarkan bacaan dan dasar-dasar shalat
lainnya. Nabi mengajarkan apa yang
perlu diperbaiki oleh orang itu. Beliau mengajarkan, bahwa
lamanya gerakan shalat, khususnya
ketika ruku', sujud dan duduk, bukanlah ditentukan oleh
selesainya bacaan, tetapi sampai kita
merasa tenang.
Mungkin orang itu sama seperti kita. Kita hafal seluruh
bacaan shalat, tahu gerakan-gerakan
shalat dan mungkin juga seluk beluk shalat lainnya. Kita
merasa shalat kita sudah sempurna
seperti yang dicontohkan Nabi. Kita sering tidak sadar,
ketika shalat kita sering membaca
bacaan dengan cepat agar shalat kita cepat selesai. Ternyata
shalat semacam itu dipandang
Nabi hanya seperti angin lalu saja. Sia-sia. Diulang
berkali-kali pun tidak ada gunanya.
Rukun shalat yang dilupakan
Kesempurnaan
gerakan tidak mungkin
dicapai jika kita
terburu-buru dalam melaksanakan shalat. Gerakan-gerakan shalat
harus dilakukan dengan perlahan-lahan
dan penuh perasaan. Dalam rukun shalat, hal itu disebut sebagai THUMA'NINAH.
Thuma'ninah diartikan sebagai berhenti sebentar dalam setiap gerakan hingga
seluruh tulang dan persendian kembali pada posisi yang tepat dan tubuh terasa
tenang.
Thuma'ninah sebetulnya termasuk dalam rukun shalat pada
sebagian besar mahzab. Ada yang
dinyatakan sebagai salah satu rukun, ada pula yang digabung
dengan rukun lain. Mahzab Syafi’i
yang dianut oleh sebagian besar orang Indonesia
menggabungkan thuma'ninah dalam rukun
yang lain, seperti
rukuk dengan thuma'ninah,
sujud dengan thuma'ninah,
duduk dengan thuma'ninah. Tetapi
karena thuma'ninah bukan merupakan gerakan atau bacaan, maka dia sering dilupakan
orang. Padahal sebagai
rukun, sebetulnya thuma'ninah
tidak boleh ditinggalkan. Shalat
tanpa thuma'ninah kira-kira sama dengan shalat tanpa bertakbir atau tanpa
membaca Al Fatihah atau tanpa salam. Artinya, shalat tersebut tidak sah!
Berikut ini adalah tabel perbandingan rukun shalat dalam 4
mahzab. 6
Mazhab Syafi’i Malik Hanafi Hanbali
1. Niat rukun rukun - -
2.
Takbiratul Ihram rukun rukun rukun rukun
3. Berdiri rukun rukun rukun rukun
4. Membaca
Al-Fatihah rukun rukun rukun rukun
5. Rukuk rukun rukun rukun rukun
6. Itidal rukun rukun - rukun
7. Sujud rukun rukun rukun rukun
8. Duduk
diantara dua sujud rukun rukun - rukun
9. Duduk
tasyahhud akhir rukun rukun rukun rukun
10.
Membaca tasyahhud akhir rukun rukun - rukun
11.
Membaca shalawat rukun rukun - rukun
12. Salam rukun rukun - rukun
13. Tertib rukun rukun - rukun
14. Thuma’ninah rukun
*) rukun - rukun
*) Digabungkan dengan rukun lainnya
6 Tabel diambil
dari
http://www.eramuslim.com/ustadz/shl/7611221508--mana-datangnya-rukun-
Gerakan yang menghantarkan jiwa
Gerakan tubuh sangat penting untuk menghantarkan hati dan
jiwa mencapai ketundukan dan
kerendahan dihadapan Allah. Untuk lebih memahaminya mari
kita lakukan latihan berikut ini.
sholat.htm yang
merupakan kutipan dari kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Dr. Wahbah
AzZuhaili. Pada bagian thuma’ninah diubah oleh Penulis berdasarkan buku Fikih
Shalat. Kajian berbagai Mazhab. Dr. Wahbah al Zuhaily. Terjemahan Prof. Drs.
KH. Masdar Helmy. Penerbit Pustaka Media Utama. Cetakan pertama tahun 2004.
LATIHAN 3
Duduklah seperti duduk
diantara dua sujud.
Kepalkan telapak tangan
di depan dada dengan kuat.
Busungkan dada dan
kepala agak menengadah.
Katakan dalam hati :
"Aku pasrah, aku
pasrah, aku pasrah ……"
Amati apa yang Anda
rasakan.
Setelah selesai
kendorkan badan. Tundukkan kepala.
Letakkan tangan
menelungkup diatas paha. Katakan sekali lagi :
"Aku pasrah, aku
pasrah, aku pasrah ……"
Amati apa yang Anda
rasakan.
S T
O P
Jangan
melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas.
Coba bandingkan, manakah yang lebih terasa pasrah? Posisi
yang pertama atau yang kedua?
Umumnya orang merasakan posisi yang kedua yang lebih terasa
pasrah. Ketika tubuh rileks dan membungkuk, maka akan lebih mudah bagi orang
untuk mencapai posisi kepasrahan diri. Sebaliknya, sangat sulit mencapai posisi
pasrah atau rendah hati jika tubuh tegang dan dada membusung, sikap tubuh yang
biasanya terdapat pada orang sombong dan angkuh.
Sekarang kita lanjutkan dengan lakukan latihan berikutnya.
LATIHAN 4
Duduklah seperti duduk
diantara dua sujud dengan posisi seperti Latihan 3 bagian
yang kedua.
Kendorkan badan.
Tundukan kepala.
Letakkan tangan
menelungkup diatas paha. Lalu katakan:
"Aku pasrah, aku
pasrah, aku pasrah ……"
Amati apa yang Anda
rasakan.
Lalu, langsung teruskan
kepasrahan Anda. Kali tanpa kata-kata, tanpa bacaan.
Pasrahkan saja dan
rendahkanlah hati Anda, lalu biarkan tubuh Anda lerem, bergerak
mengikuti kepasrahan.
Jika tubuh Anda cenderung untuk condong kedepan, ikuti saja,
jangan ditahan.
Teruslah untuk semakin
pasrah dan rela.
Amati lagi apa yang
Anda rasakan
S T
O P
Jangan
melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas
Coba bandingkan apa yang Anda rasakan. Manakah yang terasa
lebih pasrah dan lebih enak, yang menggunakan kata-kata atau yang tanpa
kata-kata?
Hampir semua orang yang pernah melakukan Latihan 4
mengatakan, bahwa yang lebih terasa enak adalah yang tanpa kata-kata!
Ketika kita menggunakan kata-kata, otak kiri yang berkaitan
dengan logika, hafalan, sekuensial,
akan berperan aktif. Ketika kita pasrah tanpa kata-kata,
maka otak kiri tidak lagi aktif. Otak
kanan yang berkaitan dengan rasa, emosi, acak, yang berperan
aktif. Akibatnya lebih terasa
enak.
Ketika hati kita pasrah atau
tunduk dalam keadaan
diam (tanpa kata),
maka pikiran kita bergerak mengikuti naluri. Tubuh pun
ikut pasrah sehingga otot-otot lebih kendor dan terasa rileks. Jika
kepasrahan itu diteruskan
dan diikuti dengan
sepenuh hati, maka
orang akan tersujud dengan
sendirinya. Sujud yang bukan dari perintah otak, tetapi sujud yang muncul dari
hati yang berserah diri.
Rukuk dan sujud dengan penuh
kerendahan
Dari banyak gerakan-gerakan shalat, gerakan rukuk dan sujud
adalah yang paling penting. Dalam
beberapa ayat di
dalam Al Qur'an,
rukuk dan sujud
kadang digunakan sebagai pengganti kata shalat, misalnya saja
surat Al Hajj : 26.
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim
di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan
sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf,
dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud”.
Rukuk dan sujud
sedemikian penting, sehingga
Nabi memerintahkan untuk menyempurnakannya.
Hadits riwayat Anas bin Malik ra.:
Dari Nabi saw.,
Beliau bersabda: Sempurnakanlah rukuk
dan sujud, demi
Allah,
sesungguhnya aku dapat melihat engkau di belakangku
(kemungkinan bersabda: yang
di belakang punggungku) saat engkau rukuk atau sujud.
(Shahih Muslim No.644)
Bahkan ketidaksempurnaan dalam melakukan rukuk dan sujud
dinilai Nabi seperti orang yang mencuri di dalam shalat, sebagaimana hadits
berikut ini.
Dari Qatadah RA, dia berkata,
Rasulullah saw pernah bersabda, "Paling jelek manusia
dalam mencuri adalah orang
yang mencuri sebagian shalatnya". Ada seorang sahabat
bertanya: "Wahai Rasulullah,
bagaimanakah dia mencuri
shalatnya?". Rasulullah saw
menjawab: "Dia tidak
menyempurnakan rukuk shalat itu dan tidak pula
menyempurnakan sujudnya".
Rukuk dan sujud sangat penting untuk membantu kita meraih
kekhusyu'an. Gerakan rukuk dan sujud akan
membantu jiwa mencapai
ketundukan dan kerendahan.
Sikap tubuh yang membungkuk pada rukuk akan membantu jiwa
kita untuk tunduk dan hormat kepada Allah. Demikian pula meletakkan kepala pada
posisi yang paling rendah, akan membantu kita untuk merendahkan diri
dihadapan Allah. Jika
rukuk dan sujud
tidak sempurna, maka
dapat dipastikan, bahwa jiwa kita belum mencapai ketundukkan dan
kerendahan sebagaimana yang diharapkan. Artinya, tidak mungkin meraih
kesempurnaan shalat, yaitu turunnya rasa khusyu', rasa tunduk, rendah dan
tenang dihadapan Allah.
Sayangnya, justru gerakan rukuk dan sujud ini yang paling
banyak salah dilakukan. Pada rukuk,
kesalahan yang paling sering terjadi adalah punggung
melengkung, kepala menekuk terlalu
dalam dan tangan diletakkan di bawah atau diatas lutut.
Sedangkan yang sering salah dilakukan
orang adalah punggung yang melengkung atau siku jatuh hingga
menempel ke lantai.
Untuk melatih gerakan-gerakan rukuk dan sujud yang benar,
dapat dilakukan sebagaimana Latihan 5 di bawah ini.
LATIHAN 5
Pada latihan ini, kita melatih
gerakan rukuk dan sujud agar lebih sempurna dan lebih terasa
enak ditubuh sehingga lebih mudah
meraih rasa tenang dalam gerakan itu.
Berdirilah dengan tegak, lalu
angkatlah kepala menengadah sehingga Anda melihat lurus
keatas agak kebelakang sedikit.
Pertahankan posisi tersebut beberapa saat. Rasakan tulang
punggung Anda agak tertarik sedikit.
Kira-kira seperti itulah rasanya tulang punggung Anda
ketika rukuk dengan tepat. Coba Anda
bergerak rukuk dengan tetap mempertahankan posisi
tulang punggung Anda. Jadikan
pinggang Anda sebagai poros gerakan.
Ulangi beberapa kali sehingga Anda
dapat meraih posisi rukuk yang benar dengan cepat.
Ambillah posisi seperti orang sedang
merangkak. Tempatkan tangan kira-kira 2 jengkal dari
lutut. Diam dengan santai beberapa
saat. Biarkan hingga tulang punggung Anda jatuh tertarik
oleh gravitasi bumi. Biarkan beberapa
saat, lalu letakkan kepala Anda ke lantai untuk bersujud.
Perhatikan kedua tangan Anda. Jangan
sampai sikunya menyentuh tanah dan aturlah
pembagian beban agar kepala tidak
menanggung berat yang terlalu besar.
Turunkan bahu Anda, kendorkan
ruas-ruas tulang punggung Anda lalu diamlah hingga tubuh
terasa rileks.
Ulangi beberapa kali
sampai Anda dapat meraih posisi sujud dengan cepat.
S T
O P
Jangan
melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas
Sempurnakan sujud dan rukuk
Gerakan rukuk dan sujud tidak akan sempurna jika hati kita
tidak melakukan hal yang sama. Hati yang tunduk akan mengantarkan seluruh
bagian tubuh kita tunduk pula. Hati sedemikian berpengaruhnya bagi tubuh kita,
sehingga Nabi mengatakan bahwa jika hati baik maka seluruh tubuh kita akan ikut
baik.
“Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging, jika ia
baik, maka baiklah jasad seluruhnya;
jika ia rusak,
maka rusaklah jasad
seluruhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR.
Imam Bukhari dan Muslim).
Setelah kita dapat melakukan gerakan rukuk dan sujud dengan
baik, kini kita sempurnakan dengan hati yang ikut pula tunduk dan merendah
dihadapan Allah sebagaimana latihan di bawah ini.
LATIHAN 6
Duduklah seperti duduk diantara dua
sujud. Dapat juga dilakukan sambil berdiri.
Memejamkan mata akan lebih baik agar
suasana di sekeliling tidak mengganggu.
Niatkan hati Anda untuk tunduk dan
pasrah.
Rasakan, begitu selesai Anda berniat,
akan terasa seperti ada tuntunan atau dorongan untuk
tunduk. Jika Anda ikuti dorongan itu,
maka diri Anda semakin terbawa untuk lebih tunduk
lagi. Cobalah beberapa kali sampai
Anda mudah mengikuti dorongan ketundukan itu.
Kemudian lalukanlah ketundukan secara
total hingga Anda tersujud dengan sendirinya.
Setelah tersujud, jangan berhenti.
Biarkanlah jiwa Anda mengikuti ketundukan itu semakin
dalam, sampai terasa masuk menembus
ke dalam bumi. Teruslah ikut dorongan ketundukan
itu sampai jiwa Anda tak sanggup lagi
mengikutinya.
Setelah itu pujilah Allah sebagaimana
bacaan ketika kita sujud:
"Subhaana rabbial a'la wabi
hamdi"
Sampaikan pujian dari hati yang
paling dalam. Hati yang sedang dalam ketundukan.
Setiap kali memuji, rendahkan lagi
hati Anda lebih dalam lagi.
Lalu diamlah dengan rela kepada Allah
sampai Anda puas.
S T
O P
Jangan melanjutkan membaca
sebelum melakukan latihan di atas
Dalam latihan tadi, saya mengajak Anda untuk betul-betul
merendahkan diri di hadapan Allah.
Dalam ketundukan tersebut peran hati dan jiwa sangat
penting. Tubuh sekedar mengikuti
gerakan jiwa kita. Meskipun demikian, sikap tubuh yang
sempurna akan lebih membantu.
***
Babak III
Berdialog dengan Allah
ering kita mendengar pendapat, bahwa pada saat shalat
sesungguhnya kita sedang
berjumpa dengan Allah. Rasulullah saw pun bersabda : Ash
shalaatu mi'rajul mu'miniin.
Bahwa, shalat itu adalah mi'rajnya orang-orang yang beriman.
Shalat diumpamakan
sebagaimana
halnya Nabi mi'raj.
Seorang hamba diperjalankan
untuk datang, mendekat,
menemui Tuhannya. Dalam mi'raj itu, Nabi berdialog dengan
Allah dan menerima perintah
shalat. Konon, salah satu bagian dari dialog itu diabadikan
dalam bacaan tahiyyad awal.
Setelah membaca Lauhil Mahfuz ditempat alam tertinggi
berdiri Arasy Allah, maka
berkatalah Muhammad
: "Attahiyyatu lillaah,
wa shalawaatu thayiibaat” (Seluruh
penghormatan hanya untuk ya Allah, begitu juga seluruh
keselamatan dan kebaikan). Allah menjawab:
"Assalaamu’alaika
ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh" (Semoga
kesejahteraan dilimpahkan kepadamu,
wahai Nabi, serta rahmat Allah dan berkat Nya.). Nabi
menjawab: "Assalamu'alaina wa alaa ibaadilllahis shalihin"
(Limpahkanlah kesejahteraan bagi kami, juga kepada hamba Allah yang saleh).
Dengan takjub malaikat
ramai-ramai menunjuk dan
berkata: "Asyhadu alaa
ilaaha ilallaah wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullah". 7
Suatu dialog yang
penuh kesantunan dan
kasih sayang antara
seorang hamba dengan penciptanya.
Allah menjawab setiap pujian dan doa
Shalat secara bahasa
berarti do’a. Doa
pada hakikatnya merupakan
bentuk dialog antara manusia dengan
Allah Swt. Ketika
seseorang shalat, hakekatnya
ia sedang bertemu
dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi
shalat dan mi’raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.
Ketika kita bertakbir dan memuji Allah, sesungguhnya Allah
menjawab pujian itu. Ketika kita membawa surat Al Fatihah, sesungguhnya Allah
meresponnya, sebagaimana dinyatakan dalam satu
hadits qudsi dari hadits
riwayat Muslim dalam
kitab Shalat no.
(38) (395) dari
Abu Hurairah R.A, bahwa :
7 Riwayat seperti ini meskipun tertulis dalam beberapa
kitab tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj menurut www.darulfatwa.org.au
adalah kisah yang tidak sahih (benar).
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : Allah
Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: “Aku membagi shalat (yakni surat Al-Fatihah)
menjadi dua bagian, separuh
untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca:
‘Segala puji bagi Allah’.
Maka Allah menjawab
: ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’.
Apabila ia membaca : ‘Yang
Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang’. Maka
Allah menjawab: ‘Hamba-Ku
telah
menyanjung-Ku’.
Apabila ia membaca
: ‘Penguasa hari
pembalasan’. Maka Allah
menjawab: ‘Hamba-Ku
telah mengagungkan-Ku’. Apabila
ia membaca: ‘Hanya
Engkaulah yang kami
sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami
memohon
pertolongan’.
Maka Allah menjawab : ‘Ini separoh
untuk-Ku dan separoh
untuk
hamba-Ku’. Apabila ia membaca : ‘Tunjukilah kami kepada
jalan yang lurus’. Maka Allah menjawab : ‘Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan
apa yang ia minta.’”
Demikian pula ketika
kita berdoa saat
duduk diantara dua
sujud. Secara khusus
kita bersimpuh dihadapan Allah untuk menyampaikan 8 permohonan
kepadanya.
Rabbighfirlii (ampuni aku)
Warhamnii (sayangi aku)
Wajburnii (tutupi aib-aibku)
Warfa’nii (angkat derajatku)
Warzuqnii (beri aku rizki)
Wahdinii (beri aku petunjuk)
Wa’afinii (sehatkan aku)
Wa’fuani (maafkan aku).
Ketika itu, sesungguhnya kita sedang berdialog dengan Allah.
Dari setiap apa yang kita minta, sesungguhnya
Allah memberikan jawaban
atas permohonan atau
doa kita tersebut, sebagaimana firman Nya :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(QS. Al Baqarah [2] : 186)
Dan Tuhanmu berfirman:
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Ku perkenankan
bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari
menyembah-
Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina." (QS. Al Mu'min
[40] : 60).
Yang menjadi permasalahan dan pertanyaan adalah apakah kita
pernah merasakan jawaban
atau respon Allah tersebut? Hampir kita tidak pernah
merasakannya, sehingga kadang muncul
sangkaan, bahwa Allah tidak mendengar doa kita, bahkan
mungkin merasa doa kita tidak
sampai ke Allah. Ada juga yang berpendapat, bahwa hanya doa
orang-orang yang suci hatinya,
setingkat nabi atau minimal wali, yang didengar oleh Allah.
Padahal kita semua tahu, bahwa
Allah Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Pengabul Doa, tapi
seberapakah percayanya
kita?
Komunikasi dua arah
Sebenarnya kalau kita perhatikan, permasalahannya bukan
kepada apakah Allah menjawab doa ataupun menyambut dialog kita ketika sedang
shalat, tetapi lebih kepada sikap kita dalam berkomunikasi.
Dalam sebuah dialog,
maka akan terjadi
komunikasi timbal balik.
Ketika si A
berkata,
seyogyanya si B mendengarkan. Setelah selesai, maka si B
akan menjawab atau memberikan
tanggapan dan si A ganti yang mendengarkan dengan seksama
jawaban si B. Jika satu pihak
hanya asyik berbicara sendiri tanpa mempedulikan lawan
bicaranya, maka akan terjadi dialog
yang timpang. Pihak yang asyik berbicara sendiri tidak akan
mendapat jawaban pertanyaannya,
solusi atas permasalahan yang diutarakan ataupun apresiasi
dari lawan bicaranya.
Hal ini seringkali terjadi dalam shalat dan doa kita. Ketika
kita shalat atau berdoa, kita asyik membaca bacaan shalat atau bacaan doa yang
telah kita hafal. Sering kali bacaan shalat atau doa dilafadzkan dengan cepat
tanpa kita sadari maknanya. Seolah-olah bacaan shalat yang terdiri dari pujian
dan permohonan itu adalah mantra atau aba-aba saja.
Ketika kita berdoa saat duduk diantara dua sujud, kita
mengucapkannya dengan cepat:
Rabbighfirlii, warhamnii, wajburni, warfa’ni, warzuqnii,
wahdinii, wa’afinii, wa’fuani.
Delapan permohonan kita sampaikan tanpa jeda. Lalu tanpa
basa-basi kita langsung sujud. Seolah-olah kita tidak butuh dengan apa yang
kita mohonkan.
Andaikan bacaan itu kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia,
lalu kita sampaikan permintaan yang kira-kita sama bentuknya kepada Presiden
RI, tentu akan lain ceritanya.
Pak Presiden, ampuni kesalahan saya…. (sambil melihat
ekspresi wajahnya dengan harapharap cemas, mudah-mudahan Beliau tidak marah dan
tersenyum).
Sayangi rakyatmu ini …… (sambil
membungkuk mengharapkan Presiden
membelai
kepala dan pundak kita)
Mohon jangan diumumkan
kekhalayak ramai keburukan
saya (sambil kita
memasang muka yang memelas)
Mohon Paduka naikkan pangkat dan jabatan saya (sambil kita
menggenggam erat tangan Presiden)
Mohon Paduka juga menaikkan gaji saya agar dapat mencukupi
kebutuhan rumah tangga dan ada sedikit sisa untuk simpanan (ekspresi muka
dibuat semakin memelas)
Mohon petunjuk Pak
Presiden untuk menyelesaikan
urusan kami (sambil
tersenyum
simpatik berusaha meyakinkan)
Mohon bantuan obat-obatan dan biaya rumah sakit agar kami
dapat mengobati penyakit-
penyakit kami (sambil menujukkan bagian tubuh kita yang
sakit dan bekas luka)
Maafkan kami Paduka
(lalu beringsut mengundurkan diri dengan penuh sopan santun
lalu).
Coba bandingkan dengan sikap kita ketika berdoa. Betapa
seringkali kita menyepelekan Allah. Mentang-mentang Allah tidak kelihatan, kita
suka bersikap seenaknya. Dalam kondisi ini pun sebenarnya Allah selalu merespon pujian dan permohonan kita, karena
Dia Maha Dekat, Maha Pemaaf, Maha Tahu, Maha Cepat dan selalu menepati janji
Nya.
Sebenarnya dengan sikap yang tidak patut itu, kita sendiri
yang rugi. Kita tidak mampu lagi menangkap jawaban Allah atas doa kita, karena
kita terlalu sibuk dan terburu-buru ketika menyampaikan permintaan. Lalu
setelah menyampaikannya, kita langsung saja meninggalkan Allah. Kita tidak
peduli ketika Allah memberikan jawaban Nya. Kita banyak meminta, tetapi tidak
mempersiapkan diri untuk menerima apa yang kita minta.
Bagaimana cara kita berdoa dijelaskan
secara singkat di dalam Al Qur’an.
Berdoalah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri
dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang
melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat
baik. (QS. Al A’raaf [7]:55-56)
Dalam berdoa kita harus
merendahkan hati dan santun dalam
menyampaikan. Kita perlu menyadari, bahwa hanya Allah-lah yang bisa
mengabulkan doa kita.
Jangan berfikir jawaban
Allah akan berupa kata-kata seperti halnya kita berbicara dengan
sesama manusia. Jawaban Allah bukanlah berupa kata, suara
ataupun tulisan. Misalnya, kita
mengalami kesulitan keuangan. Jika kita memohon rejeki
kepada Allah, tidak serta merta lalu
ada sejumlah uang disebelah kita atau ada orang yang datang
memberikan sejumlah uang atau
muncul gambaran yang menyatakan dimana ada harta karun. Yang
umum terjadi adalah beban
di dada dan kekalutan di pikiran yang timbul akibat
kesulitan keuangan tersebut diangkat
terlebih dulu oleh Allah. Sesaat setelah selesai kita
berdoa, kita tetap tidak punya uang, tetapi
hati kita terasa lapang. Beban masalah seolah-olah hilang
begitu saja. Dengan pikiran yang
jernih, ilham akan
lebih mudah diterima.
Hati yang lapang
membuat wajah bersinar,
menyenangkan
orang yang memandangkan.
Selanjutnya secara bertahap
dan pasti, rejeki
datang dari arah
yang tidak disangka-sangka. “Tangan-tangan” Allah
bergerak sedemikian
halus sehingga ketika masalah tersebut telah dapat diatasi,
kita sering lupa bahwa kita pernah berdoa kepada Allah untuk itu.
LATIHAN 7
Duduklah seperti duduk diantara dua
sujud (duduk i’tiraj).
Leremkan tubuh dan tundukkan hati dan
pikiran.
Dengan rendah hati, sampaikanlah
permohonan ampun kepada Allah :
Rabbighfirlii (ampuni aku).
Diam sejenak. Buka dada dan diri Anda
untuk menerima ampunan Allah
seperti Anda membuka diri ketika
merasakan hembusan angin sepoi-sepoi atau
menerima curahan air hujan ketika
masih kecil.
Jika Anda tidak merasakan sesuatu di
dada Anda tidak mengapa, mungkin Anda kurang sensitif, tapi tetaplah membuka
diri Anda untuk menerima ampunan Allah.
Ulangi permintaan beberapa kali
sampai Anda merasa tenang.
Berikutnya sampaikanlah permintaan
kedua :
Warhamnii (sayangi aku)
Diam dan tundukkanlah diri Anda untuk
menerima kasih sayang
Allah yang tak terkira besarnya.
Bukalah dada Anda seluas-luasnya agar
semakin banyak kasih sayang Allah
yang Anda terima.
Ulangi beberapa kali sampai Anda
merasa cukup.
Berturut-turut sampaikanlah
permintaan-permintaan berikut dengan cara
sebagaimana tersebut di atas, satu
per satu:
Wajburnii (tutupi aib-aibku)
Warfa’nii (angkat derajatku)
Warzuqnii (beri aku rizki)
Wahdinii (beri aku petunjuk)
Wa’afinii (sehatkan aku)
Wa’fuani (maafkan aku).
Setelah selesai, diamlah sejenak lalu
sampaikan rasa syukur kita.
S T
O P
Jangan
melanjutkan membaca sebelum melakukan latihan di atas
Mudah-mudahan
Anda dapat merasakan
respon dari Allah
atas permohonan yang disampaikan di atas. Jika tidak, bukan berarti Allah tidak
menjawab doa kita, tetapi kita yang tidak dapat menangkap respon Nya.
***
Perjalanan Masih Panjang
ita telah sampai dipenghujung latihan kita. Apa yang baru
kita pelajari hanyalah
sebuah gerbang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Latihan-latihan yang
baru kita lakukan hanyalah latihan bagaimana untuk bersikap
ketika menghadap
Allah. Kita belum membahas masalah kemana kita menghadap
diri kepada Allah? Dimanakah Allah? Yang manakah diri kita yang sejati?
Dimanakah ruh kita?
Kekhusyu'an dalam shalat akan bertambah jika kita semakin
mengenal Allah dan beriman kepada-Nya. Khusyu' juga akan berkembang jika kita
telah mengenal diri kita yang sejati. Suasana khusyu' akan berubah sesuai
dengan tuntunan yang Allah berikan kepada kita. Ada saat dimana kita menangis
ketika shalat. Di saat lain, kita bisa mendapatkan ketenangan atau kebahagiaan
yang luar biasa. Ada saat dimana tubuh merinding atau bergetar. Jika itu
terjadi, janganlah Anda takut. Ada pula masanya, dimana kita tidak merasakan
apa-apa. Jika itu terjadi, jangan pula Anda bingung.
Perjalanan spiritual masih sangat panjang. Kita tidak boleh
puas dan berhenti ketika sampai disatu titik saja, tetapi harus terus maju dan
siap berubah. Janganlah mencari apa yang kita pernah rasakan
sebelumnya, karena itu
akan menghentikan perjalanan
kita. Juga akan menyebabkan kita lupa dengan tujuan kita
semula, yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Kita menjadi sibuk mencari
rasa atau sensasi.
Datanglah selalu kepada Allah dengan berserah diri dan tanpa
persepsi. Terimalah apa yang Allah
berikan kepada kita.
Jika diberi rasa
khusyu' terimalah. Jika
diberi rasa tenang, syukurilah. Jika merasa tidak diberi
rasa apa-apa, pertajam pengamatan Anda, karena bisa jadi itu adalah sebuah
pengajaran baru dari Allah. Jangan sampai Anda lengah.
Untuk pemahaman yang
lebih dalam mengenai
masalah ketuhanan, Anda
dapat membaca buku-buku tulisan
ustadz Abu Sangkan, seperti “Berguru kepada Allah” dan “Spiritual Salah Kaprah”
yang baru saja diterbitkan. Tulisan Beliau yang dimuat di www.dzikrullah.com
juga sangat baik untuk membuka wawasan kita dalam hidup berketuhanan. Selain
itu, buku sahabat saya, Yusdeka Putra, yang berjudul “Membuka Ruang Spiritual” merupakan buku
menarik yang patut Anda baca.
Jika ada pertanyaan, Anda dapat menghubungi salah satu nama
yang ada di halaman belakang buku
ini. Akan lebih
baik jika Anda
dapat datang mengunjungi
salah satu halaqah
shalat khusyu' yang tersebar
di seluruh Indonesia.
Dengan mengikuti halaqah,
Anda dapat mendiskusikan
permasalahan spiritual dan juga memiliki banyak teman-teman seperjalanan dalam
perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
Referensi
Al Qur'an Digital versi. 2.1. http://www.alquran-digital.com
Hadits Web. Kumpulan Referensi & Belajar Hadits.
http://opi.110mb.com/ Artikel-artikel pada www.dzikrullah.com
Artikel-artikel Ustadz Menjawab pada www.eramuslim.com.
Pelatihan Shalat Khusyu’. Shalat sebagai meditasi tertinggi
dalam Islam. Abu Sangkan. Penerbit
Baitul
Ihsan. Cetakan pertama tahun 2004.
Berguru kepada Allah. Abu Sangkan. Yayasan Bukit Thursina. Cetakan
I tahun 2002.
Fikih Shalat. Kajian
berbagai Mazhab. Dr.
Wahbah al Zuhaily.
Terjemahan Prof. Drs.
KH.
Masdar
Helmy. Penerbit Pustaka Media Utama. Cetakan pertama tahun 2004.
Khusyuk Bukan Mimpi. Syaikh Mu'min Al Haddad. Terjemahan Ahmad
Syakirin, MA. Penerbit
Aqwan,
Cetakan III tahun 2008.
Fiqih Niat. Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar. Terjemahan Faisal
Saleh, LC. Gema Insani. Cetakan
I tahun
2006.
Bulughul Maram. Al
Hafidh Ibnu Hajar
Al Asqalani. Terjemahan
H. Mahrus Ali. Penerbit
Mutiara
Ilmu.
***
Penutup
Jika Anda merasakan tulisan ini bermanfaat, mohon
keikhlasannya untuk ikut serta dalam menyebarkan shalat khusyu’. Anda dapat
melakukannya dari hal yang mudah hingga yang lebih sulit, seperti:
*
Mengirimkan e-book ini ke orang-orang yang Anda kenal
* Mencetak dan membagikan e-book ini kepada
orang disekitar Anda
*
Menceritakan pengalaman shalat khusyu' Anda ke orang-orang terdekat
Menyalurkan infaq/sadaqah/zakat
kepada Shalat Center
*
Membuka halaqah shalat khusyu' di rumah
Mudah-mudah dengan peran serta Anda, shalat khusyu' dapat
cepat tersebar dengan gratis
atau murah sehingga
semakin banyak umat
Islam yang terhindar
dari perbuatan keji
dan
mungkar.
Sekretariat Shalat Center
Jl. Kemangsari IV/5, Jatibening, Bekasi
Telp. (021) 84978836
Email :
sekretariat@shalatcenter.com
Web :
http://www.shalatcenter.com
http://www.dzikrullah.com
Milis : http://groups.yahoo.com/group/dzikrullah
Foto kegiatan :
http://patrapnet.fotopic.net
http://dzikrullah.multiply.com
Rekening bank :
Yayasan Patrap Indonesia
BCA Cabang Jakarta - Wolter Mongisidi Rek.No. 5240306338
Halaqah & Informasi Shalat
Khusyu'
JAKARTA BANTEN
Thamrin Masjid BI 021-3818457 Cilegon Yusdeka Putra 0254-384351
Lap. Banteng Basuki Rachmat 0811-998048 Cilegon Gunawan Setyadi 0813-11271770
Kebayoran Cerri Wibisono 0856-7860546 JABAR
Pancoran Handoko 0815-9588288 Bandung Yus Ansari 0811-230320
Klender Medy Bactiar 0811-1487407 Bandung M Eppy Sjaepoeddin 0816-617977
Pademangan Maulana Yan Kasiran 0812-8304046 Bandung HM
Daryono R 0815-622065
Kebon Nanas Agus Winarto 0811-827488 Bandung Sulkan Abdul Latip 0817-352984
Harmoni Sunarwa 0816-1894403 Subang Dudung Abdullah 0813-21662355
Kemang Pratama Fiva 0811-138323 Cianjur Atang Tachyat 0817-9160491
Rawa Lumbu Asikin 0852-15531546 Sukabumi Erwan Abadhi 0811-834050
Jatibening Herman Zein 0811-899176 Sukabumi Gunara 0811-207119
Jatiwaringin Imam Subagyo 0812-8052469 Tasikmalaya Iim
Abdul Hakim 0815-73666800
Cibitung Yudi Eryanto 0856-1506414 Sumedang Hidayat 0812-2476609
Bogor Abdul Manaf 021-93063875 Karawang Rodi 0856-1771818
Bogor Tatang Supriatna 0818-07056928 Karawang H.Suyono 0815-10087747
Cimanggis Wiwoho Setyobudi 021-68927791 Karawang Syafrizal 0881-15805974
Tangerang Edi 0813-86697927 Cirebon H. Sugiarto 0812-2202405
Ciputat Eko Sasmito 0812-8324840 Cirebon Zulhendra 0817-9080522
Cirendeu Hantonny 0815-46089027 Cirebon Daben Sudiyana 0812-8083179
Depok Choirul Z. 0813-28809768 JATENG
SUMUT Semarang Endang
Rosyad 0813-25260088
Medan Hapson Siregar 0812-63068555 Semarang Indrawati Heru 0813-25771114
Medan Yogaswara 0812-6560070 Semarang M.Syafii Nugroho 0813-26154411
Medan H.Anwar A.A 0812-6359750 Semarang Yusuf Ansori 0856-40741888
Medan Basirus Syawal 0812-6463994 Pekalongan Supana 0812-7047940
Kisaran Habidin Selian 0812-69629352 Solo Setyo Purwanto 0815-67722299
RIAU Solo M Sulchan H 0817-263123
Pekanbaru Emil Zola 0813-71294744 Temanggung HM
Chozin 0858-78445748
Pekanbaru Indro Setiadji 0813-19900951 Temanggung Nur Maksum 0888-2758302
SUMBAR Temanggung Murwadi 0815-78019689
Padang Budi Rudianto 0812-6753893 Magelang Cicik 0813-34309690
Padang Widodo 0812-666222 DIY
Bukit Tinggi Dian Ferri Surasa 0812-6695402 Yogyakarta Banowo Setyo S. 0812-2968434
KEPRI Yogyakarta Sri Safrudi Lestari 0812-2603963
Batam Edi Susmanto 0813-64800147 Yogyakarta Zaini 0819-04272800
Batam Akhruddin 0819-2667788 Yogyakarta Dwi Wiyono 0813-92804083
Batam Antoni Trio Putra 0812-6121295 Yogyakarta M Awal Satrio 0274-372456
Batam Isra Wandri 0812-7011125 Yogyakarta Edie Wicaksono 0815-7999393
JAMBI Yogyakarta I.N Mufti Abu Yazid 0812-2712333
Jambi Hikam 0819-13112505 Sleman M.Asirus Salam 0818-436801
SUMSEL Bantul Suyatin 082-82927168
Palembang, H. M. Lubis, 0711-354113
LAMPUNG
Lampung Budi Kuspriyanto 0812-7240924
Lampung Aris S 0812-7240924
Lampung M Farid 0811-7200078
Lampung Nugroho Fuad Rifai 0811-725840
JATIM KALIMANTAN
Surabaya Zamharir Basuni 0812-3529814 Banjarmasin Moh. Rudiansyah 0817-0414307
Surabaya Riko (Iman Irikora) 0811-333314 Samarinda Usman 0813-47087165
Surabaya Haswan Sani 0812-3033925 Pontianak Arif Hasbillah 0812-5661787
Surabaya Abdul Azis 0813-30303229 Pontianak Abu Nashir Anwar 0811-560607
Surabaya Heruwati 0812-3226877 SULAWESI
Sidoarjo Sukanan 0813-30773247 Makasar Imran Yusuf 0811-444469
Tuban Drs.H.Suwarto 0356-323754 Makasar Syamsul Rijal 0815-24000289
Gresik Ahmad Bisri 031-70824444 Gorontalo Muh. Isman Jusuf 0813-28779109
Jember A. Wahyudi 0331-7772067 NTB
Jombang Suparmin 0864-8086099 Mataram Kusmayadi 0812-3766730
Jombang Hikam 0819-13112505 Ampenan Eko Susanto 08113941065
Kediri Endang 0813-3218444 SINGAPORE
Banyuwangi H, Moh. Syawal 0813-36149999 Singapore Jasmani bin Buang 65-91375935
Banyuwangi Jumingan 085236808021 Singapore Rahim Roziz 65-93877668
Blitar Hadi Susanto 0815-53328082 Singapore Abdul Latief 65-91257835
Malang Wildiana 0812-3327285
Mojokerto Wahyu Nur Hidayat 08814304023
Mojokerto Wahyudi 08814304030
Mojokerto Eno Hartanto 08814300223
Malang Agus Hendro 0811-349216
Malang Sukamto 0812-3572829
Nganjuk Yanti 0813-35703467
Pasuruan Yahman 0852-34928491